Rabu, September 07, 2011
Ada empat anak yang baru saja mengalami duka setelah kematian kedua orang tuanya. Sebuah surat wasiat pun mereka terima dari orang yang mereka cintai itu. Setelah urusan jenazah kedua orang tuanya selesai, empat anak itu pun membuka surat berharga itu.
Ternyata, surat itu menyebutkan bahwa keempat anak itu diberikan pilihan untuk memiliki empat bidang tanah yang berlainan tempat. Ada bidang tanah yang begitu hijau dengan begitu banyak pepohonan kayu yang bisa dijual. Ada bidang tanah yang berada di tepian sungai jernih, sangat cocok untuk ternak berbagai jenis ikan. Ada juga bidang tanah yang sudah menghampar sawah padi dan ladang. Ada satu bidang tanah lagi yang sangat tidak menarik: tanah tandus dengan tumpukan pasir-pasir kering di atasnya.
Menariknya, surat itu diakhiri dengan sebuah kalimat: beruntunglah yang memilih tanah tandus.
Anak pertama memilih tanah pepohonan hijau. Anak kedua pun langsung memilih tanah dengan aliran sungai jernih. Begitu pun dengan yang ketiga, ia merasa berhak untuk memilih tanah yang ketiga dengan hamparan sawah dan ladangnya. Dan tinggallah anak yang keempat dengan tanah tandusnya.
“Apa engkau kecewa, adikku, dengan tanah tandus yang menjadi hakmu?” ucap para kakak kepada si bungsu.
Di luar dugaan, si bungsu hanya senyum. Ia pun berujar, “Aku yakin, pesan ayah dan ibu tentang tanah tandus itu benar adanya. Yah, justru, aku sangat senang!”
Mulailah masing-masing anak menekuni warisan peninggalan kedua orang tuanya dengan begitu bersemangat. Termasuk si bungsu yang masih bingung mengolah tanah tandus pilihannya.
Hari berganti hari, waktu terus berputar, dan hinggalah hitungan tahun. Tiga anak penerima warisan begitu bahagia dengan tanah subur yang mereka dapatkan. Tinggallah si bungsu yang masih sibuk mencari-cari, menggali dan terus menggali, kelebihan dari tanah tandus yang ia dapatkan. Tapi, ia belum juga berhasil.
Hampir saja ia putus asa. Ia masih bingung dengan manfaat tanah tandus yang begitu luas itu. Sementara, kakak-kakak mereka sudah bernikmat-nikmat dengan tanah-tanah tersebut. “Aku yakin, ayah dan ibu menulis pesan yang benar. Tapi di mana keberuntungannya?” bisik hati si bungsu dalam kerja kerasnya.
Suatu kali, ketika ia terlelah dalam penggalian panjang tanah tandus itu, hujan pun mengguyur. Karena tak ada pohon untuk berteduh, si bungsu hanya berlindung di balik gundukan tanah galian yang banyak mengandung bebatuan kecil. Tiba-tiba, matanya dikejutkan dengan kilauan batu-batu kecil di gundukan tanah yang tergerus guyuran air hujan.
“Ah, emas! Ya, ini emas!” teriak si bungsu setelah meneliti bebatuan kecil yang sebelumnya tertutup tanah keras itu. Dan entah berapa banyak emas lagi yang bersembunyi di balik tanah tandus yang terkesan tidak menarik itu.
**
Keterbatasan daya nilai manusia kadang membimbingnya pada kesimpulan yang salah. Sesuatu yang dianggap bernilai, ternyata hanya biasa saja. Dan sesuatu yang sangat tidak menarik untuk diperhatikan, apalagi dianggap bernilai, ternyata punya nilai yang tidak terkira.
Hiasan-hiasan duniawi pun kian mengokohkan keterbatasan daya nilai manusia itu. Tidak banyak yang mampu memahami bahwa ada satu hal di dunia ini yang jauh dan sangat jauh lebih bernilai dari dunia dan isinya. Itulah hidayah Allah yang tidak tertandingi dengan nilai benda apa pun di dunia ini.
Sayangnya, tidak semua orang seperti si bungsu, yang begitu yakin dengan kebenaran bimbingan kalimat dari si pewaris yang sebenarnya. Walaupun harus menggali, dan terus menggali dengan penuh kesabaran.
(muhammadnuh@eramuslim.com)
Rabu, September 07, 2011 by Mas Javas · 0
Sebuah misteri yang belum terselesaikan dari insiden 9/11 adalah runtuhnya gedung World Trade Center 7, beberapa jam setelah runtuhnya WTC-1 dan WTC-2, padahal gedung ini sama sekali tidak pernah ditabrak oleh pesawat.
Para ilmuwan, arsitek dan insinyur di seluruh dunia telah mempertanyakan versi resmi tentang bagaimana WTC-7 jatuh, menambahkan bahwa bangunan ini dibangun untuk melawan kekuatan yang tangguh bahkan kekuatan alam sekalipun.
Berdasarkan klaim oleh pemerintah AS, gedung WTC-7 yang berbingkai baja hancur dan runtuh oleh kebakaran kantor yang ada di dalam gedung itu.
Shyam Sunder, pimpinan penyidik di Institut Nasional Standar dan Teknologi (NIST) - sebuah organisasi yang dikelola negara - mengatakan, "WTC- 7 runtuh karena dipicu oleh kebakaran perabotan kantor."
Namun, para ahli mengatakan bahwa sebuah bangunan dengan kerangka baja tidak pernah runtuh setelah beberapa jam terbakar oleh api.
"Kebakaran belum pernah menyebabkan runtuhnya gedung pencakar langit manapun. Meskipun ada banyak contoh kebakaran yang jauh lebih panas, lebih besar, dan lebih lama membakar bangunan-bangunan ini," kata arsitek Richard Gage.
Pakar metalurgi insinyur McGrade Kathy menyatakan, "Anda tidak bisa menghasilkan panas yang cukup untuk melelehkan baja."
Menurut saksi mata, ledakan besar terdengar sebelum WTC-7 runtuh.
Skenario resmi NIST yang menyatakan keruntuhan total bangunan WTC-7 akibat kebakaran, menurut para ahli, benar-benar mustahil.
Semua kolom baja harus dipotong pada saat yang sama agar struktur bangunan bisa jatuh dengan cara seperti itu, berdasarkan apa yang disampaikan pakar struktur bangunan insinyur Michael Donly.
NIST sendiri menolak kemungkinan apapun keruntuhan WTC-7 akibat bom kontrol, dan mereka juga menolak untuk menguji residu peledak, yang bisa mendokumentasikan bukti dari baja yang meleleh dari bangunan WTC-7.
Keluarga korban WTC-7 telah meminta bahwa penyebab keruntuhan bangunan diselidiki secara hati-hati karena jutaan orang di seluruh dunia, dan bukan hanya ilmuwan dan insinyur, ingin pertanyaan-pertanyaan yang masih menjadi tanda tanya runtuhnya bangunan itu segera terjawab.
by Mas Javas · 0
Sejak aku mengenalnya, aku tahu aku harus siap berbagi dengan istri pertamanya. Segalanya dan lahir batin. Bagaimana tidak? Istri pertamanya itu lebih dahulu dikenalnya dan banyak memberinya kenyamanan jiwa.
Sebaimana istri, belahan jiwa, istri pertamanya itu adalah bagian hidup suamiku. Suamiku mengenalnya dan berinteraksi mesra dengannya jauh sebelum mengenalku. Jadi, aku memang harus tahu diri dan menaruh takzim.
Suamiku mengenalku saat aku berusia ranum, 23 tahun. Sebelum itu, suamiku sudah mengikat janji dengan istri pertamanya.
Akupun mengenal suamiku dengan perantara istri pertamanya itu, jadi sekali lagi, bagaimana aku bisa menghalangi suamiku datang dan memenuhi panggilan istri pertamanya setiap detik, menit, jam, hari, pekan, bulan bahkan tahun?
Aku sudah menetapkan hatiku: aku ini hanya istri kedua setelah dia. Tulus dan tanpa paksaan.
Hari berganti hari, dan kini usia pernikahan kami tujuh tahun. Selama itu pula aku, suamiku, dan istri pertamanya semakin akur saja. Semua berjalan dengan sangat romantis. Romantis yang berbeda, bukan mellow atau possessive.
Aku, suamiku dan istri pertamanya itu saling menguatkan. Ya, panggilan-panggilan dari istri pertamanya selalu kulempangkan jalannya.
Kubiarkan suamiku memenuhi kewajibannya pada istri pertamanya dengan tanpa beban, tanpa kureweli dan kukondisikan anak-anakku sejak dini untuk memahami belahan jiwa ayah mereka yang lain.
Dan meskipun masih anak-anak, aku yakin mereka akan bertumbuh dengan keyakinan sama denganku, toh ayah mereka adalah seorang ayah yang berusaha membagi waktu dengan adil. Cinta yang bervisi surga, begitu mimpi kami.
Aku sering berseloroh dengan suamiku, “Aku ini hanya istri kedua setelah dia. Begitu juga istri-istri kakanda berikutnya, jika tidak bisa berinteraksi dengan istri pertamamu, lebih baik jangan nambah, hahaha…” dan entahlah, kami tidak pernah merasa jengah dan tabu berbicara tentang momok pernikahan bagi para istri : POLIGAMI.
Karena bagi kami semua itu ada waktunya, ada aturan dan ada standarnya. Jadi, aku dan istri pertamanya sudah memahami suamiku, hanya tinggal kehendak Allah bukan?
Aku tahu semakin bertambah usia pernikahan kami, istri pertamanya akan semakin banyak meminta perhatian, konsentrasi, pemikiran dan bahkan waktu suamiku. Karena istri pertamanya itu bukan sesuatu yang biasa-biasa saja.
Aku bahkan merasa nyaman berinteraksi dengannya. Aku, suamiku , dan istri pertamanya telah sama menemukan belahan jiwa, bukan cinta fisik yang berbatas usia, tapi romantisme heroik yang saling memotivasi untuk semakin teguh.
Ya,ya,ya… sejak semua cinta bermula aku sudah meneguhkan diriku: aku ini istri kedua setelah Jama'ah dan amanah dakwah yang lebih dulu dicintainya. Salam Inspiratif!
Penulis adalah Ibu Rumah Tangga tinggal di Solo
Oleh Robi'ah Al-Adawiyah
by Mas Javas · 1
Hari-hari yang penuh hujan di awal musim semi. Dua minggu lebih, kami di Krakow sedang memiliki permasalahan nan kompleks, sibuk luar biasa. Selain sulitnya bergerak akibat usai terpeleset di lantai sehingga aliran darah tidak lancar dan mengharuskanku bolak-balik ke dokter, anak-anak pun sedang flu berat saat pergantian musim. Terbayanglah ribetnya urusan dalam rumah karena di awal mei, kami berencana menempati appartemen yang baru, sedangkan urusan packing di appartemen lama masih berjalan sekitar 20 persen. Dan liburan panjang dengan suhu yang masih naik-turun menyebabkan stok makanan di rumah menipis, tak ada kedai atau supermarket yang buka.
Seminggu sebelum itu sebenarnya adalah suasana yang lumayan membahagiakan bagi muslim Krakow, sebab perjuangan mewujudkan sebuah masjid di kota ini sudah memiliki titik terang. Hanya dikarenakan liburan panjang di hari yang disebut-sebut perayaan paskah bagi kebanyakan penduduk sini, maka pemasangan listrik di ruangan masjid masih tertunda. Insya Allah, di rubrik berita, hal ini akan saya infokan tersendiri.
Saya sangat terkejut atas peristiwa yang baru-baru dialami oleh kami sekeluarga ini. Sebut saja si Gabi, pemilik appartemen yang kami sewa di sini, tiba-tiba tanpa ba-bi-bu datang dan menggeledah appartemen yang kami tempati, tanpa mempedulikan rasa keberatan saya (selama ini jika kita ingin bertamu atau akan bertemu dengan teman-teman, rekan kerja, kolega dll, pastilah harus memiliki “janji waktu untuk pertemuan tsb”, sebagai tanda saling menghormati jadwal masing-masing, maka di hari itu adalah seolah saya menghadapi orang sinting). Tepat beberapa hari lalu di masa kekagetan luar biasa itu, Mama Si Gabi ‘ujug-ujug’ masuk mengatakan hanya mau melihat-lihat balkon, (namun dari balkon, dia leluasa melihat seisi rumah kami, ruang tamu dan kamar tidur, kala itu dihuni tumpukan kardus yang baru saja saya packing).
Karena ada suasana berantakan kardus-kardus tersebut, dia tunjukkan rasa emosinya, Mama Gabi marah-marah dalam bahasa Polish sambil membanting rice-cookerku, dia berteriak-teriak mengatakan bahwa percikan air bekas menanak nasi telah merusakkan dinding appartemen tersebut.
Kepada Gabi, Saya dan suami menjelaskan bahwa suatu hal yang lumrah kalau kardus-kardus menumpuk, sebab memang kami akan pindah dari situ dan sedang beres-beres. Juga, saya katakan pada Gabi, bukankah saya bisa membayar ganti rugi cat dinding (kira-kira diameter percikan air bekas rice-cooker tsb adalah sekitar 10 cm), namun rasanya si mama Gabi tidak perlu berteriak-teriak tanpa juntrungan seperti itu. Entah kenapa, sepertinya penjelasan Gabi kepada mamanya tidak dipahami dengan baik, Mama Gabi termasuk ‘mantan komunis’ yang memang punya latar belakang hidup yang kurang baik di Krakow ini. Sungguh situasi ketika itu adalah sangat konyol, berhadapan dengan orang jahil yang tidak mau dikritik atas kejahilannya. Padahal selama ini, kami selalu berprasangka baik terhadap mereka, terutama pada ketidak-ramahan si mama Gabi. Namun hari itu, dia makin menjadi-jadi, dia yang sudah berusia manula, sambil mengomel (yang saya tak paham maksudnya), lalu menghidupkan sebatang rokok dan mondar-mandir di appartemen kami dengan mengepul-ngepulkan asap rokoknya. Dan itu adalah pelanggaran hukum, tapi dengan cueknya dia tetap bersikap tak sopan. Kesimpulan yang kami tarik atas kronologis di hari itu adalah Gabi dan mamanya ini “tidak rela” kehilangan biaya sewa atas kepindahan kami, dan mereka tak rela pula mengembalikan uang deposit yang kami punya.
Selanjutnya dia banting pintu di ruang tamu hingga tiga kali seraya berteriak kencang meminta uang untuk merenovasi appartemen! Duh, Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun...Duhai Robbi, apakah dosa kami hingga perlakuan orang di depan mata ini sebegitu zalimnya? Dan yang paling lucu, memangnya kami ini ‘siapanya dia’, kok dimintai uang buat renovasi appartemennya? (kondisi appartemen lama yang biasa kami tempati itu adalah sangat cantik, bagus, rapi dan terbiasa kami rawat dengan baik selaku penyewa. Namun Mama Gabi tidak suka dengan rusaknya cat dinding 10 cm tadi, akibat percikan air rice-cooker yang saya ceritakan di atas). Logiskah gara-gara 10 cm cat dinding, tapi minta renovasi semua isi apartemen? Hmmm, dan banyak lagi prilaku dan ucapan Gabi dan mamanya yang membuatku terkejut dengan perasaan campur-aduk yang amat sangat, mereka berkata kasar, ucapan yang kotor, juga melanggar perjanjian-perjanjian selama ini, hal ini insya Allah detailnya akan saya kisahkan di momen kisah selanjutnya, sebagai contoh nyata kita harus ekstra-waspada dalam berbisnis dengan orang yang tidak mengenal Tuhan.
Sungguh efek yang luar biasa terhadap kesehatanku yang saat ini berada hampir di penghujung kehamilan. Sepulangnya mereka dengan mengumbar “notes” sepihak, saya muntah-muntah, tak ada makanan yang bisa masuk hingga beberapa hari, mulailah terganggu saluran pencernaanku, mungkin karena bercampur bau-bauan dari aroma rokok dan bahan kimia yang digunakan untuk bersih-bersih ruangan, mungkin pula akibat pengaruh psikologis yang mengharuskanku menelan pil kesabaran dengan penambahan dosis agar tak ikut tersulut emosi.
Dua hari kemudian, seluruh barang sudah kami packing, siap berpindah appartemen dengan jadwal lebih cepat, dan Gabi yang tadinya berminat menipu mentah-mentah dengan menyodorkan surat permintaan renovasi berbahasa Polish, yang salah satu point-nya adalah uang yang dimintanya hingga puluhan juta rupiah, ternyata harus sedikit “mengalah”. Dua orang teman Poland yang merupakan rekan kerja suamiku ikut datang dan berdebat hebat dengannya. Mereka menerjemahkan semua kalimat dalam surat itu yang kenyataannya memang “Gabi mau untung sendiri”. Jujur saja, ini pengalaman pertamaku bertemu seorang wanita penipu sadis di luar negeri, yang betapa kagetnya diriku, semua kalimat dan perjanjian yang ada ternyata ia langgar. Yang tetap ngotot meskipun sudah “kalah argumen” dengan teman-teman Poland sendiri. Hingga teman Poland kami itu memang berkata, “Janganlah kalian membenci ke semua orang Poland, hanya gara-gara wanita sinting yang satu ini... dia ini benar-benar bodoh dan sombong, kalau orang bodoh, tapi masih mau menerima kebenaran, pasti masih ada jalan atas suatu masalah. Tapi jika sudah sombong, yah... lebih baik cepat-cepat menjauh deh...buang-buang energi berurusan dengannya...”, saya dan suami memandang anak-anak yang tampak lelah. Kami pun teringat, bahwa mencintai atau membenci sesuatu memang harus selalu dikarenakan Allah ta’ala. Adalah suatu kesalahan kami, mempercayai seseorang yang memang tidak mengenal Sang Pencipta, astaghfirrulloh...
Di malam kepindahan dadakan itu usai “selesainya” urusan dengan Gabi, yang mana ia akhirnya telah ‘merampok’ uang sekitar 1000 Euro dari kami, sungguh terasa pertolongan Allah SWT buat kami. Teman-teman membantu suamiku memindahkan barang-barang ke rumah seorang teman muslim (karena jadwal pindah ke appartemen baru, masih dua hari kemudian). Satu teman wanita mengantarkan saya dan anak-anak ke hotel terdekat, hotel kecil yang dekat dengan kantor suami. Seusai menemani anak-anak tidur, barulah saya “mengadu” kembali pada-Nya, alangkah nikmatnya curhat pada Ilahi Robbi. Tadinya dalam hatiku, masalah ini memang harus diajukan ke pengadilan, agar tak ada lagi korban-korban penipuan si gabi dan mamanya, khususnya bagi para perantau di Krakow. Namun, kekasihku mengingatkan bahwa kami harus konsentrasi menyambut sang mujahid yang telah dinanti dua abangnya ini. Memang uang sejumlah kerugian itu cukup besar nominalnya buat kami, apalagi jumlah itu malah cukup untuk memasang listrik dan pipa air di masjid Krakow, namun beginilah suatu jalan perjuangan, tak cuma mengukir cinta dan senyum semangat, juga harus terus-menerus meningkatkan dosis pil kesabaran, menanamkan azzam untuk terus sabar dan ikhlas meskipun menemui kepahitan dan segala rasa sakit.
Terima kasih duhai sahabat yang mengirimkan pesan padaku, “Ummi... bagaimana kabarmu hari ini? Saya rindu pada tulisanmu, ummi... tentang hari-hari yang dijalani harus selalu disambut dengan sikap optimis, itu sangat memotivasi saya...”, juga pesan lainnya bernada sama, “Sungguh kita diuji oleh-NYA setiap waktu, dan Allah ta’ala tidak akan membebankan seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Saya termotivasi akan tulisan ummi”. Justru cambuk motivasi tersebut memang masih terus-menerus berproses, tak ada hamba-Nya yang hidup tanpa onak dan duri ujian. Sesungguhnya, saya pun masih amat terseok-seok mempelajari makna hidup tentang kesabaran dan keikhlasan.
Detik terkejutnya saya adalah keesokan harinya setelah check-out dari hotel, pertama, saya peluk sahabat, sister Yasmin, di appartementnya kami makan siang bersama. Dan itu adalah keajaiban : selera makan saya perlahan pulih, sudah seminggu saya tidak bisa makan apa-apa alias muntah melulu. Subhanalloh... Yasmin mendengarkan dengan empati tentang hal yang kami alami. Lalu Yasmin bercerita bahwa rezeki roti yang kami makan hari itu adalah bagaikan mukjjizat-NYA. Yasmin (yang juga sedang hamil) sudah lama kangen juga ingin membuat roti tersebut, namun hampir dua bulan ini alat pemanggangnya rusak, tukang reparasi sudah mengecek namun belum bisa memperbaiki. Tak disangka, pagi itu, saat Yasmin sudah mengetahui kepindahan dadakanku dan kami terpaksa tinggal di hotel beberapa hari, maka Yasmin bilang kepadaku untuk makan siang di rumahnya saja, dan entahlah, tiba-tiba ia hidupkan pemanggang roti, dan pemanggangnya menyala seperti biasa, Allahu Akbar! Roti buatannya memang sangat disukai anak-anakku. Ya Allah, terima kasih atas ukhuwah dan segala kucuran rezeki-Mu Yang Maha Luas.
Sorenya, Yasmin membekaliku makan malam, lalu saya dan anak-anak berpamitan, berjumpa suamiku (yang baru pulang kantor) di appartemen yang baru. Si owner memang tampak jauh berbeda dengan Gabi, mulai dari gaya bicara, cara bersikap dengan anak-anak, juga tentang pengetahuannya, salah satu hal adalah owner atau land-lord yang baru memiliki teman-teman muslim, ia bekerja di negara lain. Dan dengan terburu-buru ia meminta maaf bahwa kami harus bersih-bersih appartemen dulu saat itu, sebab dia belum sempat membersihkannya, ia harus segera kembali ke negeri tempatnya merantau, ia memiliki dua putra yang masih bayi, sehingga memang tak bisa berlama-lama di Krakow. Saya jelaskan bahwa ‘mood’ saya sedang buruk, ada banyak hal yang harus saya komplain se-detail-detailnya mengingat jangan sampai peristiwa penipuan Gabi terulang kembali. Ternyata si owner yang baru ini memaklumi sikap saya, ia uraikan bahwa selaku pemilik appartemen yang juga seorang ibu, dengan jelas apa-apa saja ia pasti memaklumi kerusakan-kerusakan kecil di dalam appartemennya, ia tunjukkan beberapa lemari dapur yang sudah rusak, karena penyewa sebelumnya memiliki anak-anak pula. Ada coretan di dinding oleh anak si penyewa yang lama, dan sebagainya. Pikirku, anak-anakku tak ada kebiasaan mencoret-coret dinding atau merusakkan lemari, appartemen yang lama sangatlah bagus kondisinya saat ditinggalkan oleh kami, rapi dan siap “langsung ditempati penyewa baru”, namun yang membedakan adalah ‘mind-set’ pemiliknya, yah namanya juga Gabi sudah berniat menipu dan merampok, suatu hal yang harus kami syukuri bahwa latar belakang penipu itu memanglah kaum yang kafir.
Malam itu kami sekeluarga kembali bergotong-royong beres-beres apartemen yang baru, tak ada bantuan cleaning-service, karena memang masih libur panjang. Keterkejutan saya yang kedua adalah saat ternyata tenaga ini memang masih sangat banyak, malam itu kami bereskan dua ruangan, lalu bisa tidur dengan tenang setelah menyantap buah-buahan pemberian owner dan bekal dari Yasmin tadi. Subhanalloh, si owner yang baru benar-benar berpikiran sama dengan saya, ia memikirkan hal kecil seperti buah-buahan tersebut, ia sediakan buat makan malam kami.
Teringat ayat-NYA nan indah, yang selalu memotivasi untuk ekstra dan ekstra bersabar, dalam QS. Al-Baqoroh ayat 214, “...'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." Masihkah saudara-saudari mengingat kisah yang saya tulis tentang “optimis : kehilangan bermakna tambah rezeki”? Dan lagi-lagi hal itu terjadi, paginya ketika kondisiku mulai pulih, alangkah senangnya bisa berselera makan lagi, ada email yang kami terima. Email tentang pengembalian dana pajak untukku sebagai istri pekerja, yang jumlahnya malah tiga kali lipat dari jumlah nominal “uang yang dirampas” si Gabi. Allahu Akbar! Allah Maha Kaya. Kuelus-elus kembali bayi mungil di rahim ini yang sudah mulai berkontraksi kecil sesekali, “Ananda... kamu sungguh perkasa, kita baru saja melewati tangga terjal nan luar biasa menyakitkan, dan sekarang Allah ta’ala memberikan kejutan yang cepat dan tak terduga, rezeki-NYA memang selalu tercurah, nak...” Alhamdulillahi rabbil 'alamin.
Wallohu ‘alam bisshowab, semoga tetap optimis.
(bidadari_Azzam, @Krakow, malam 3 mei 2011)
by Mas Javas · 0
Minggu, September 04, 2011
Assalamualaiaikum..Wr. Wb
Ramadhan sudah meninggalkan kita. Kegembiraan menyambut Idul Fitri di gerbang Syawal 1432 H , sejenak melupakan padat-padatnya beribadah saat Ramadhan. Nikmatnya Ramadhan, tergantikan dengan bahagianya
menyambut hari kemenangan. Sehingga, ada di antara kita yang kemudian lupa, bahwa sebenarnya ia tengah meninggalkan bulan yang nikmatnya sepanjang hari sepanjang malam, yang berkah, rahmat dan ampunan dari Allah Swt. bertaburan sebulan penuh.
Ibarat seorang pedagang yang telah selesai melakukan perdagangannya maka ia tentunya akan menghitung, berapa keuntungan atau kerugian yang ia dapatkan. Begitu pula kiranya yang harus dilakukan oleh, orang-orang yang beriman selepas bulan Ramadhan. Allah swt telah berjanji akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu dengan berpuasa dan sholat taraweh karena iman dan mengharapkan ganjaran darinya. Dan pada bulan tersebut, Allah swt bebaskan orang-orang yang berhak untuk disiksa sehingga ia bebas darinya. Yaitu bagi mereka yang bertaubat kepadanya dengan taubat yang sebenar-benarnya. Oleh karena
itu, sudah selayaknya bagi kaum yang berfikir bermuhasabah terhadap dirinya; sudahkah bulan tersebut dijadikan saat untuk bertaubat kepada-Nya? Ataukah kemaksiatan masih berlanjut pada bulan yang penuh ampunan tersebut? Jika demikian halnya ia terancam dengan sabda Rasululah saw :
“ Dan rugilah orang yang bertemu dengan bulan Ramadhan namun belum mendapatkan ampunan ketika berpisah dengannya .” (HR. At-Tirmidzi)
Kini, kita kehilangan semua suasana indah Ramadhan, saat di mana banyak orang mengejar amal shalih dan beribadah dengan sangat rakusnya.(kalau boleh dibilang begitu). Seolah merasa wajib meninggalkan nikmatnya dunia dan fokus dengan ibadah untuk mendekatkan diri kepadaNya. Sekarang Tak ada lagi suara berisik belasan ABG yang kadang dengan nakalnya membangunkan seisi pemukiman penduduk pada dini hari dengan suara-suara teriakan dan tetabuhan dari benda-benda seadanya. Suara anak anak yang meramaikan iktikaf. Candanya anak tanggung,Makanan yang bertaburan sepanjang malam. Masjid pun begitu makmur dengan padatnya kegiatan ibadah baik di siang hari maupun malamnya. Tarawih berjamaah, tadarus al-Quran, i’tikaf, dan kegiatan menemani warga yang sedang sahur dengan lantunan ayat suci al-Quran atau puji-pujian kepada Allah Ta’ala. Indah, nikmat, sejuk, serta damai.
Dan, sekarang tinggal kenangan saja. Kita kembali kepada rutinitas awal, sibuk dengan pekerjaan kita, urusan kehidupan kita, dan kita kembali meninggalkan masjid. Hingga masjid pun kembali sepi. Banyak yang pergi dan mudik,ada yang kembali pada saatnya nanti dengan rutinitas pengajian didaerah,didesa,dan dikelompok,ada yang hadir saat jumatan saja,ada yang hadir hanya ramadhan datang lagi di tahun depan. Dan ada yang tidak pernah kembali lagi ke Mesjid,karena sudah dipanggil Sang Maha Hidup.Yah... Mesjidpun sepi kembali... Mudah mudahan kita bisa berjumpa dengan nikmatnya Ramadhan tahun depan.Amin.Taqobbal lalohu minna wa minkum
Wassalamualaikum. Wr.Wb
Minggu, September 04, 2011 by Mas Javas · 2
Setelah sebulan kita menunaikan ibadah puasa Ramadhan, dan usai sudah kita merayakan idul fitri 1432 H maka disunahkan bagi muslim muslimah untuk menyempurnakan dengan puasa sunah di bulan Syawal. Pada bulan Syawal ini, jika kita berpuasa sunah selama enam hari akan mendapatkan pahala seperti puasa selama satu tahun.
Hadits Riwayat Muslim menyebutkan bahwa :
by Mas Javas · 1
Jumat, September 02, 2011
Setiap orang pernah mengalami apa yang disebut jatuh cinta. Umumnya, jatuh cinta itu terjadi pada lawan jenis. Berjuta rasanya. Tak ada satupun kata-kata yang bisa mewakili perasaan orang jatuh cinta. Sebutlah misalnya kata senang, gembira, bahagia, bergetar, berdebar, takut kehilangan, cemburu, ingin selalu bersama, semua terlihat indah dan menyenangkan, tetap saja tidak bisa mewakili seluruh nuansa yang namanya jatuh cinta. Biasanya yang lama diingat orang melalui jatuh cinta adalah kejadian-kejadian yang mengesankan, walau bersifat sederhana. Memegang tangan pasangan saja misalnya bisa membuat jantung berdebar. Melihat matanya yang dibalut senyum bisa membuat terkenang-kenang selamanya. Kata-kata pertama yang meluncur ketika menyatakan cinta kepada lawan jenis, bisa menjadi satu rangkaian kalimat yang terdengar di telinga setiap hari.
Inilah rangkaian peristiwa yang membuat jatuh cinta diidentikkan dengan perasaan (feeling). Banyak sudah lagu, film, sinetron, novel, syair, legenda, puisi yang lahir dari sumber cinta sebagai perasaan. Ceritanya tak akan ada habisnya. Coba perhatikan pengalaman jatuh cinta kita masing-masing. Ada kekuatan maha dahsyat yang ada di dalam diri, yang membuat badan, jiwa dan pikiran ini demikian perkasanya. Seolah-olah disuruh memindahkan gunung pun rasanya bisa. Disuruh mengecat langit pun mampu. Tak ada yang tak mungkin. Tak ada yang muskil.
Kekuatan cinta memang luar biasa. Tengoklah sejarah tentara Inggris yang demikian perkasa harus pergi dari India karena kekuatan cinta Mahatma Gandhi beserta pejuang lainnya. Negeri ini dideklarasikan secara amat gagah berani melalui cinta duet Sukarno-Hatta. Sulit membayangkan bagaimana seorang Jenderal besar Sudirman bisa memimpin pasukan melawan Belanda dengan badan yang sakit-sakitan, kalau tanpa modal cinta yang mengagumkan. Banyak usahawan yang berhasil menggunakan tenaga maha besar ini untuk menekuni seluruh pekerjaannya. Ibu yang mencintai keluarganya mengabdikan seluruh tenaganya untuk mencintai anak dan suaminya. Pekerja yang menyadari kekuatan ini menggunakannya untuk bekerja mencari harta di jalan-jalan halal, jalan cinta. Banyak orang yang dijemput keajaiban karena kemampuan untuk membangkitkan tenaga maha dahsyat ini. Maka tak heran pengarang buku The Path To Love, Deepak Chopra, menyebut bahwa jatuh cinta adalah sebuah kejadian spiritual. Ia tidak semata-mata bertemunya dua hati yang cocok kemudian menghasilkan jantung yang berdebar-debar. Ia adalah tanda-tanda hadirnya sebuah kekuatan yang dahsyat. Persoalannya kemudian, untuk apa kekuatan dahsyat tadi digunakan.
Bermula dari pemahaman seperti inilah, maka saya terhenti pada salah satu sabda Rasulullah SAW yang begitu mendalam. Inspiratif, sehubungan dengan masalah jatuh cinta ini. Dari Anas ra., dari Nabi SAW beliau bersabda, “Ada tiga perkara barangsiapa tiga hal itu ada pada dirinya, maka ia menjumpai manisnya iman, yaitu jika Allah dan RasulNya lebih dicintainya ketimbang selain keduanya, dan jika cinta kepada seseorang, dimana tidak mencintainya kecuali karena Allah dan jika benci kembali kepada kekafiran sebagaimana benci apabila dilempar ke dalam api neraka.” (Rowahu al-Bukhary Juz I Bab Halawatul Iman)
Rupanya Rasulullah SAW sudah jauh – jauh hari memberikan wejangan yang luhur, menyebutkan secara tersirat penggunaan kekuatan cinta dalam beribadah. Bahwa apa yang seseorang alami berupa jatuh cinta bukan melulu masalah dunia saja. Tetapi di dalam masalah agama juga bisa terjadi hal serupa. Kalau seseorang bisa jatuh cinta kepada lawan jenisnya dan memperoleh kekuatan maha dahsyat sehingga bisa melampaui segala rintangan dan cobaan sehingga tercapai tujuan, maka demikian juga dalam hal beroleh keimanan ini. Lihatlah Perang Badar, 313 orang iman bisa mengalahkan 1000 orang kafir yang bersenjata lengkap. Ini adalah bukti kekuatan cinta orang iman, ketika mereka sudah jatuh cinta di jalan Allah dan RasulNya. Hidup dipenuhi kemuliaan. Hidup penuh dengan kesadaran untuk menjalankan setiap perintah dengan sami’na wa atho’na. Mati bukanlah hal yang menakutkan, justru dengannya terbentang jalan lebar cinta untuk menemui Sang Kekasih yang sebenarnya; Allah SWT. Jika mereka kembali, maka kembali dengan penuh kesyukuran dan kepasrahan yang mendalam. Merenda kasihNya dengan cara menjalankan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Selalu bangun, bersimpuh di 1/3 malam yang akhir. Semua berakar karena cinta dan diliputi kerinduan yang sangat, sehingga berulang dan mendalam. Dalam beribadah jalan cinta merupakan lorong terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Apalagi jika sudah benar – benar jatuh cinta.
Pendekatan jatuh cinta dalam beribadah memang luar biasa. Namun tidak gampang untuk bisa jatuh cinta dalam beribadah. Perlu perjuangan tersendiri. Mulai sekarang sadarilah bahwa jatuh cinta bukan sekedar masalah perasaan saja, temukan dan bangunlah jatuh cinta sebagai kekuatan spiritual. Jatuh cinta bisa digunakan sebagai sarana bagi orang yang berjalan menekuni lorong – lorong keimanannya untuk menemukan manisnya iman. Dan ada tiga jalan cinta yang saling menguatkan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas; cinta Allah – Rasul, cinta kepada seseorang karena Allah dan benci kembali pada kekafiran. Jatuh cinta sebagai kejadian spiritual, yang dituju adalah bergabungnya diri kita dengan Yang Maha Kuasa. Ketika kita menemukannya, kata manapun tidak bisa mewakilinya. Yang ada hanya : ahhhhh…subhanallah…sempurna!
Dari Zaid bin Tsabit r.a., dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang menjadikan dunia sebagai niatnya, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan Allah akan cerai – beraikan kebutuhannya. Dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya, Allah akan mencukupi kebutuhannya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk.” (Rowahu Ibnu Majah)
Oleh karena itu, mari kita jatuh cinta. Serupa dengan pengalaman jatuh cinta ketika kita masih muda, di mana semua unsur badan dan jiwa ini demikian kuat dan perkasanya, demikian juga dengan jatuh cinta sebagai kejadian spiritual. Dari sinilah sang Khalik kemudian menarik kita tinggi-tinggi ke rangkaian realita yang oleh pikiran biasa disebut luar biasa. Ia mendamaikan, menggembirakan, mencerahkan, mengagumkan dan menakjubkan. Nah, sesuai dengan maksud di awal tulisan ini, yaitu untuk mawas diri, sebenarnya sudahkah kita jatuh cinta secara spiritual ini, setelah sekian lama menyebut diri orang iman? Jika belum, mari kembangkan diri lebih baik lagi, bukan target dan pencapaian – pencapaian tahunan yang kita cari, tetapi kematangan diri dalam persiapan kembali ke surgawi. Dan jalan – jalan cinta sudah menunggu, dengan sabarnya mereka menanti, kapan kita jatuh cinta di jalan Allah dan RasulNya ini.
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah
Jumat, September 02, 2011 by Mas Javas · 0
Dalam beribadah, selain jelas ilmunya juga harus jelas pula petunjuk pelaksanaannya, sebagaimana yang dikatakan para sahabat tentang diri Nabi Muhammad SAW berikut ini:
Sesunguhnya Nabi meramut kami dengan ilmu dan nashihat (Alhadist).
Ada kalanya, ilmu itu hanya bersifat pengetahuan. Artinya hanya sebuah wacana, tidak perlu dipraktekkan, hanya memperkaya batin dan memperkuat keyakinan dan keimanan kita. Contohnya seperti sifat sifat Allah, adanya pahala, dosa dan lainnya. Namun ada kalanya ilmu itu bersifat praktek. Artinya hidupnya ilmu itu dengan praktek, ada penjelasan khusus yang menyertai ilmu itu dalam penyampaiannya. Contohnya seperti sholat, wudhu, tayamum, perang, puasa dan lain sebagainya. Nah, apa jadinya jika ilmu itu salah dipraktekkan? Masya Allah, selain rugi besar juga bisa menyebabkan hal-hal yang merugikan, membahayakan bahkan sampai pada kematian.
Dalam kehidupan ini, ada contoh nyata yang bisa kita ambil hikmahnya dalam memahami dan menekuni cara ibadah kita. Apa itu ? Mandiin bayi dan bikin kopi. Jika seorang ibu ingin memandikan bayinya, jika salah meramu bisa bisa bayinya yang sekarat bukan jadi sehat. Pertama tanta adalah mencampur air panas dengan air dingin di dalam sebuah ember/bak mandi, sehingga jadi air hangat. Kemudian baru memasukkan bayi itu ke dalam ember/bak untuk dimandikan, disabun dan bersih hasilnya. Bayi pun segar dan sehat. Namun, jika bayinya ditaruh duluan di dalam ember kemudian disiram air dingin, disabun, dan terakhir disiram dengan air panas, hancurlah jadinya. Bayi akan melepuh dan meronta-ronta kesakitan.
Beda dengan bikin kopi. Seorang ibu jika ingin bikin kopi, yang mana saja yang duluan hasilnya tetap akan sama, yaitu segelas kopi. Gula dan kopi dimasukkan dalam gelas, kemudian dituang air panas dan diaduk, jadi segelas kopi. Kopi dimasukkan gelas ditambah air panas, diaduk kemudian ditambah gula juga jadi segelas kopi. Air panas dituang dalam gelas ditambahkan kopi dan gula juga akan jadi segelas kopi. Yang mana saja boleh dan hasilnya instant: segelas kopi.
Dalam beribadah kita harus tahu betul tata cara dan urutan peribadatan, termasuk prioritas dan kefadholannya, jangan sampai terbalik, simpang siur. Ingatlah apa yang difirmankan Allah dalam surat Hujurat tentang orang Arab yang menyatakan amanna kepada Nabi, namun diingatkan oleh Allah untuk mengucapkan aslamna terlebih dahulu, bukan amanna. Sebab urutan dan tata caranya seseorang itu harus islam dulu baru kemudian iman bisa masuk ke dalamnya. Tidak iman begitu. Namun ada juga cerita dirangkaian ibadah haji, antara nyembelih, lempar jumrah dan cukur boleh yang mana dulu untuk dikerjakan dan itu semuanya benar.
Jadi dalam beribadah itu ada yang harus dikerjakan secara berurutan, tidak boleh terbolak balik, namun juga ada yang bisa dikerjakan tidak berurutan dan bisa bolak¬-balik. Oleh karena itu, cermatilah betul dalam manqul, jangan sampai keliru dan ro'yu. Ingatlah selalu akibatnya antara mandiin bayi dan bikin kopi.
Oleh :Ustadz.Faizunal Abdillah
by Mas Javas · 1