Kamis, Juni 16, 2011

Kontrak Cinta

Banyak orang yang menganggap nafkah hanyalah materi. Ada juga yang beranggapan nafkah itu terbagi dua, yaitu nafkah lahir (materi) dan nafkah batin (Seks-biasanya). Padahal nafkah itu jauh mencakup banyak hal.
Sebuah cerita sederhana tentang sepasang suami istri dan seorang anaknya yang masih kecil, dimana sang suami bekerja di sebuah perusahaan dan mempunyai penghasilan yang tidak mencukupi. Tapi kerukunan dan kebahagiaan melingkupi keluarga itu. Setiap hari di waktu kerja, ketika jam menunjukkan waktu pulang, tanpa banyak cakap sang suami segera bergegas pulang. “Selama tidak ada pekerjaan yang urgent buat besok pagi atau tidak bisa dikerjakan di rumah” begitu piker sang suami. Karena hal ini terjadi setiap hari, maka teman-teman kantornya sampai hafal kebiasaan sang suami ini.

Sering kali mereka mencandai hal ini. Tapi hal itu hanya ditanggapi dengan senyum. Sampai suatu kali akhirnya sang suami menjelaskan kenapa ia melakukan kebiasaan itu kepada temannya. “Saya hanya menjalankan nasihat ustad saya. Kata beliau kita mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak yang telah kita ikat dengan perjanjian. Contohnya perusahaan tempat kita bekerja, mempunyai hak atas kita selama 8 jam dari jam masuk sampai jam pulang. Maka kita harus memenuhi hak-hak itu. Lalu istri dan keluarga mempunyai hak atas kita juga, karena kita telah mengikat perjanjian dalam sebuah “kontrak cinta.”
Waktu yang diberikan kepada keluarga harus waktu tebaik seperti waktu yang kita berikan kepada perusahaan, bukan waktu sisa. Maka ketika waktu pulang datang, habislah hak perusahaan atas saya dan dimulailah hak keluarga atas saya.”
“Ah, jika materi tidak cukup saya berikan kepada keluarga, maka waktu tidak boleh kurang saya berikan kepada mereka”, begitu batin sang suami.
Sebuah pelajaran besar dari orang-orang kecil dan sederhana. Pernah suatu saat sang suami ditawarin pekerjaan sampingan yang dilakukan pada malam hari dan hari sabtu yang akan menyebabkan waktu untuk keluarganya berkurang. Maka ia putuskan mengajak istrinya untuk berunding. “Bunda, aku ditawarkan pekerjaan yang dapat menambah penghasilanku untuk keluarga namun di lakukan di malam hari dan di hari Sabtu, tapi tentu kamu tahu konsekuensinya maka aku tawarkan kepadamu, apakah kamu ingin aku memberimu materi atau memberimu waktu?”. Dengan tatapan lembut sang istri berkata “Cukuplah waktu dan perhatianmu yang aku butuhkan dari dirimu”. Maka dengan senyuman mantap, sang suami menolak tawaran pekerjaan itu.
Sesungguhnya keadaan keluarga ini sangat kekurangan namun rasa Qana’ah atas yang mereka miliki, menumbuhkan rasa syukur terhadap Allah Subhana wa Ta’ala dan Allah Subhana wa Ta’ala membalasnya dengan memberi mereka kebahagiaan lahir dan bathin. Apalagi yang dicari di dunia ini selain kebahagiaan lahir dan bathin?
Di balik kesabaran sang istri, tumbuh pula rasa syukur karena sang suami masih punya waktu ketika ia membutuhkannya dan sang suami membantunya tanpa ia meminta. Dan di balik rasa syukur sang suami karena memiliki istri yang sangat pengertian maka ia memiliki rasa sabar dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Pengasih.
Sang suami teringat janji sebelum mereka menikah “Aku tidak bisa berjanji untuk bisa mencukupi kebutuhanmu dan aku tidak bias berjanji memberi yang kamu inginkan, namun aku berjanji aku tidak akan pernah berhenti berusaha untuk itu.”
Maka itulah yang membuat sang istri bertahan diterpa badai yang berusaha merobohkan mereka. “Toh nafkah tak hanya materi..” begitu batin sang istri.
Kita mengetahui, berapa banyak manusia yang begitu gencarnya mencari nafkah materi untuk keluarganya, mereka memiliki rumah yang mewah, mobil yang juga mewah serta banyak hal mewah lainnya, namun, tidak juga mereka merasakan bahagia lahir dan bathin. Salah seorang sahabat pernah mengirimkan sms kepada saya :
“Dalam hidup banyak pilihan, ada yang mengeluh dan merasa jenuh, ingin jatuh dan berkata ‘LELAH’, Ada juga yang lelah tubuh dan pikiranpun penat, tapi tetap semangat, Ada yang ingin INI, ingin ITU dengan berkata ’seandainya…’ dan Ada juga yang QONAAH dengan berkata ‘Cukup Allah saja bagiku..’ Lalu…apa pilihan Anda?”
***
Disalin dari majalah Shaff edisi April 2009, judul Asli : Nafkah Bukan Hanya Materi, diedit dan ditambahkan seperlunya oleh : Salman Al Muhandis

0 Responses to “ Kontrak Cinta ”

Posting Komentar

Jangan Lupa Komentarnya, mohon jangan spam karena akan saya hapus! Dan tunggu komentar balik dari saya