Selasa, Juli 26, 2011

Surat Cinta Untuk Tahajud

Surat Cinta Untuk Tahajud
Kami tujukan kepada :
Insan yang tersia-sia malamnya
Oleh : tary_a2nhasanah

Assalamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh

Wahai orang-orang yang terpejam matanya,

Perkenankanlah kami, manusia-manusia malam menuliskan sebuah surat
cinta kepadamu. Seperti halnya cinta kami pada waktu malam-malam yang
kami rajut di sepertiga terakhir. Atau seperti cinta kami pada
keagungan dan rahasianya yang penuh pesona. Kami tahu dirimu bersusah
payah lepas tengah hari berharap intan dan mutiara dunia. Namun kami
tak perlu bersusah payah, sebab malam-malam kami berhiaskan intan dan
mutiara dari surga.

Wahai orang-orang yang terlelap,

Sungguh nikmat malam-malammu. Gelapnya yang pekat membuat matamu tak
mampu melihat energi cahaya yang tersembunyi di baliknya. Sunyi
senyapnya membuat dirimu hanyut tak menghiraukan seruan cinta.
Dinginnya yang merasuk semakin membuat dirimu terlena, menikmati
tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan
gulingmu, bergeliat manja dibalik selimutmu yang demikian hangatnya.
Aduhai kau sangat menikmatinya.

Wahai orang-orang yang terlena,

Ketahuilah, kami tidak seperti dirimu!! Yang setiap malam terpejam
matanya, yang terlelap pulas tak terkira. Atau yang terlena oleh
suasananya yang begitu menggoda. Kami tidak seperti dirimu!! Kami
adalah para perindu kamar di surga. Tak pernahkah kau dengar Sang
Insan Kamil, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya di surga itu ada
kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat
dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang
memerlukannya, menyebarkan salam serta mendirikan shalat pada saat
manusia terlelap dalam tidur malam.” Sudahkah kau dengar tadi? Ya,
sebuah kamar yang menakjubkan untuk kami dan orang-orang yang
mendirikan shalat pada saat manusia-manusia yang lain tertutup mata
dan hatinya.

Wahai orang-orang yang keluarganya hampa cinta,

Kau pasti pernah mendengar namaku disebut. Aku Abu Hurairah, Periwayat
Hadist. Kerinduanku akan sepertiga malam adalah hal yang tak terperi.
Penghujung malam adalah kenikmatanku terbesar. Tapi tahukah kau?
Kenikmatan itu tidak serta merta kukecap sendiri. Kubagi malam-malamku
yang penuh syahdu itu menjadi tiga. Satu untukku, satu untuk istriku
tercinta dan satu lagi untuk pelayan yang aku kasihi. Jika salah satu
dari kami selesai mendirikan shalat, maka kami bersegera membangunkan
yang lain untuk menikmati bagiannya. Subhanallah, tak tergerakkah
dirimu? Pedulikah kau pada keluargamu? Adakah kebaikan yang kau
inginkan dari mereka? Sekedar untuk membangunkan orang-orang yang
paling dekat denganmu, keluargamu?

Lain lagi dengan aku, Nuruddin Mahmud Zanki. Sejarah mencatatku
sebagai Sang Penakluk kesombongan pasukan salib. Suatu kali seorang
ulama tersohor Ibnu Katsir mengomentari diriku, katanya, “Nuruddin itu
kecanduan shalat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah
yang benar.” Kemenangan demi kemenangan aku raih bersama pasukanku.
Bahkan pasukan musuh itu terlibat dalam sebuah perbincangan seru. Kata
mereka, “Nuruddin Mahmud Zanki menang bukan karena pasukannya yang
banyak. Tetapi lebih karena dia mempunyai rahasia bersama Tuhan.” Aku
tersenyum, mereka memang benar. Kemenangan yang kuraih adalah karena
do’a dan shalat-shalat malamku yang penuh kekhusyu’an.

Tahukah kau dengan orang yang selalu setia mendampingiku? Dialah
Istriku tercinta, Khatun binti Atabik. Dia adalah istri shalehah di
mataku, terlebih di mata Allah. Malam-malam kami adalah malam penuh
kemesraan dalam bingkai Tuhan. Gemerisik dedaunan dan desahan angin
seakan menjadi pernak-pernik kami saat mendung di mata kami jatuh
berderai dalam sujud kami yang panjang.

Kuceritakan padamu suatu hari ada kejadian yang membuat belahan jiwaku
itu tampak murung. Kutanyakan padanya apa gerangan yang membuatnya
resah. Ya Allah, ternyata dia tertidur, tidak bangun pada malam itu,
sehingga kehilangan kesempatan untuk beribadah. Astaghfirullaah, aku
menyesal telah membuat dia kecewa. Segera setelah peristiwa itu
kubayar saja penyesalanku dengan mengangkat seorang pegawai khusus
untuknya. Pegawai itu kuperintahkan untuk menabuh genderang agar kami
terbangun di sepertiga malamnya.

Wahai orang-orang yang terbuai,

Kau pasti mengenalku dalam kisah pembebasan Al Aqsa, rumah Allah yang
diberkati. Akulah pengukir tinta emas itu, seorang Panglima Perang,
Shalahuddin Al-Ayyubi. Orang-orang yang hidup di zamanku mengenalku
tak lebih dari seorang Panglima yang selalu menjaga shalat berjama’ah.
Kesenanganku adalah mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang indah dan
syahdu. Malam-malamku adalah saat yang paling kutunggu. Saat-saat
dimana aku bercengkerama dengan Tuhanku. Sedangkan siang hariku adalah
perjuangan-perjuangan nyata, pengejawantahan cintaku pada-Nya.

Wahai orang-orang yang masih saja terlena,

Pernahkah kau mendengar kisah penaklukan Konstantinopel? Akulah orang
dibalik penaklukan itu, Sultan Muhammad Al Fatih. Aku sangat lihai
dalam memimpin bala tentaraku. Namun tahukah kau bahwa sehari sebelum
penaklukan itu, aku telah memerintahkan kepada pasukanku untuk
berpuasa pada siang harinya. Dan saat malam tiba, kami laksanakan
shalat malam dan munajat penuh harap akan pertolongan-Nya. Jika Allah
memberikan kematian kepada kami pada siang hari disaat kami berjuang,
maka kesyahidan itulah harapan kami terbesar. Biarlah siang hari kami
berada di ujung kematian, namun sebelum itu, di ujung malamnya Allah
temukan kami berada dalam kehidupan. Kehidupan dengan menghidupi malam
kami.

Wahai orang-orang yang gelap mata dan hatinya,

Pernahkah kau dengar kisah Penduduk Basrah yang kekeringan? Mereka
sangat merindukan air yang keluar dari celah-celah awan. Sebab terik
matahari terasa sangat menyengat, padang pasir pun semakin kering dan
tandus. Suatu hari mereka sepakat untuk mengadakan Shalat Istisqa yang
langsung dipimpin oleh seorang ulama di masa itu. Ada wajah-wajah
besar yang turut serta di sana, Malik bin Dinar, Atha’ As-Sulami,
Tsabit Al-Bunani. Shalat dimulai, dua rakaat pun usai. Harapan
terbesar mereka adalah hujan-hujan yang penuh berkah.
Namun waktu terus beranjak siang, matahari kian meninggi, tak ada
tanda-tanda hujan akan turun. Mendung tak datang, langit membisu,
tetap cerah dan biru. Dalam hati mereka bertanya-tanya, adakah
dosa-dosa yang kami lakukan sehingga air hujan itu tertahan di langit?
Padahal kami semua adalah orang-orang terbaik di negeri ini?
Shalat demi shalat Istisqa didirikan, namun hujan tak kunjung datang.
Hingga suatu malam, Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani terjaga di
sebuah masjid. Saat malam itulah, aku, Maimun, seorang pelayan,
berwajah kuyu, berkulit hitam dan berpakaian usang, datang ke masjid
itu. Langkahku menuju mihrab, kuniatkan untuk shalat Istisqa
sendirian, dua orang terpandang itu mengamati gerak gerikku.

Setelah shalat, dengan penuh kekhusyu’an kutengadahkan tanganku ke
langit, seraya berdo’a :
“Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang
kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikit pun
kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis?
Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku
bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau
berkenan memberi kami hujan secepatnya.”

Lalu apa gerangan yang terjadi? Angin langsung datang bergemuruh
dengan cepat, mendung tebal di atas langit. Langit seakan runtuh
mendengar do’a seorang pelayan ini. Do’aku dikabulkan oleh Tuhan,
hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang tandus yang sudah
lama merindukannya.

Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani pun terheran-heran dan kau pasti
juga heran bukan? Aku, seorang budak miskin harta, yang hitam pekat,
mungkin lebih pekat dari malam-malam yang kulalui. Hanya manusia
biasa, tapi aku menjadi sangat luar biasa karena do’aku yang makbul
dan malam-malam yang kupenuhi dengan tangisan dan taqarrub pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terpejam,

Penghujung malam adalah detik-detik termahal bagiku, Imam Nawawi.
Suatu hari muridku menanyakan kepadaku, bagaimana aku bisa menciptakan
berbagai karya yang banyak? Kapan aku beristirahat, bagaimana aku
mengatur tidurku? Lalu kujelaskan padanya, “Jika aku mengantuk, maka
aku hentikan shalatku dan aku bersandar pada buku-bukuku sejenak.
Selang beberapa waktu jika telah segar kembali, aku lanjutkan ibadahku.”
Aku tahu kau pasti berpikir bahwa hal ini sangat sulit dijangkau oleh
akal sehatmu. Tapi lihatlah, aku telah melakukannya, dan sekarang kau
bisa menikmati karya-karyaku.

Wahai orang-orang yang tergoda,

Begitu kuatkah syetan mengikat tengkuk lehermu saat kau tertidur
pulas? Ya, sangat kuat, tiga ikatan di tengkuk lehermu! Dia lalu
menepuk setiap ikatan itu sambil berkata, “Hai manusia, engkau masih
punya malam panjang, karena itu tidurlah!.”
Hei, sadarlah, sadarlah, jangan kau dengarkan dia, itu tipu
muslihatnya! Syetan itu berbohong kepadamu. Maka bangunlah,
bangkitlah, kerahkan kekuatanmu untuk menangkal godaannya. Sebutlah
nama Allah, maka akan lepas ikatan yang pertama. Kemudian,
berwudhulah, maka akan lepas ikatan yang kedua. Dan yang terakhir,
shalatlah, shalat seperti kami, maka akan lepaslah semua ikatan-ikatan
itu.

Wahai orang-orang yang masih terlelap,

Masihkah kau menikmati malam-malammu dengan kepulasan? Masihkah?
Adakah tergerak hatimu untuk bangkit, bersegera, mendekat kepada-Nya,
bercengkerama dengan-Nya, memohon keampunan-Nya, meski hanya 2 rakaat?
Tidakkah kau tahu, bahwa Allah turun ke langit bumi pada 1/3 malam
yang pertama telah berlalu. Tidakkah kau tahu, bahwa Dia berkata,
“Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang memohon kepada-Ku akan
Kukabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Kuberi, dan siapa yang
memohon ampun kepada-Ku akan Ku ampuni. Dia terus berkata demikian,
hingga fajar merekah.”

Wahai orang-orang yang terbujuk rayu dunia,

Bagi kami, manusia-manusia malam, dunia ini sungguh tak ada artinya.
Malamlah yang memberi kami kehidupan sesungguhnya. Sebab malam bagi
kami adalah malam-malam yang penuh cinta, sarat makna. Masihkah kau
terlelap? Apakah kau menginginkan kehidupan sesungguhnya? Maka
ikutilah jejak kami, manusia-manusia malam. Kelak kau akan temukan
cahaya di sana, di waktu sepertiga malam. Namun jika kau masih ingin
terlelap, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan
dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang
demikian hangatnya, maka surat cinta kami ini sungguh tak berarti
apa-apa bagimu.

Semoga Allah mempertemukan kita di sana, di surga-Nya, mendapati
dirimu dan diri kami dalam kamar-kamar yang sisi luarnya terlihat dari
dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Semoga…

Wassalamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Manusia-Manusia Malam

0 Responses to “ Surat Cinta Untuk Tahajud ”

Posting Komentar

Jangan Lupa Komentarnya, mohon jangan spam karena akan saya hapus! Dan tunggu komentar balik dari saya