Rabu, September 30, 2009
Ibunya sedang sIbuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia
menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. Si Ibu segera
membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang dihulurkan oleh si
anak dan membacanya.
Ongkos upah membantu Ibu:
1) membantu pergi ke warung: rp20.000
2) menjaga adik rp20.000
3) membuang sampah rp5.000
4) membereskan tempat tidur rp10.000
5) menyiram bunga rp15.000
6) menyapu halaman rp15.000
jumlah : rp85.000
Selesai membaca, si Ibu tersenyum memandang si anak yang raut
mukanya berbinar-binar. Si Ibu mengambil pena dan menulis sesuatu
dibelakang kertas yang sama.
1) ongkos mengandungmu selama 9 bulan - gratis
2) ongkos berjaga malam karena menjagamu – gratis
3) ongkos air mata yang menetes karenamu – gratis
4) ongkos khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu – gratis
5) ongkos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu – gratis
jumlah keseluruhan nilai kasihku – gratis
Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah Ibu,
memeluknya dan berkata, "saya sayang Ibu". Kemudian si anak
mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya:
"telah dibayar" ..
Rabu, September 30, 2009 by Mas Javas · 0
Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya. ..
Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan.. ..
Pertama...
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini....???"
Murid-muridnya ada yang menjawab.... "orang tua", "guru", "teman", dan "kerabatnya" ..
Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar...
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "kematian".. ...
Sebab kematian adalah PASTI adanya....
Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua...
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab..." negara Cina", "bulan", "matahari", dan "bintang-bintang" ...
Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar...
Tapi yang paling benar adalah "masa lalu"...
Siapa pun kita... bagaimana pun kita...dan betapa kayanya kita... tetap kita
TIDAK bisa kembali ke masa lalu...
Sebab itu kita harus menjaga hari ini... dan hari-hari yang akan datang..
Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga....
"Apa yang paling besar di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab"gunung" , "bumi", dan "matahari".. ..
Semua jawaban itu benar kata Sang Guru ...
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu"...
Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya...
Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu duniawi ...
Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini... jangan sampai
nafsu membawa kita ke neraka (atau kesengsaraan dunia dan akhirat)...
Pertanyaan keempat adalah...
"Apa yang paling berat di dunia ini...???"
Di antara muridnya ada yang menjawab..." baja", "besi", dan "gajah"...
"Semua jawaban hampir benar...", kata Sang Guru ..
tapi yang paling berat adalah "memegang amanah"...
Pertanyaan yang kelima adalah... "Apa yang paling ringan di dunia ini...???"
Ada yang menjawab "kapas", "angin", "debu", dan "daun-daunan" ...
"Semua itu benar...", kata Sang Guru...
tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan ibadah"...
Lalu pertanyaan keenam adalah...
"Apakah yang paling tajam di dunia ini...???"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak... "PEDANG...!! !"
"(hampir) Benar...", kata Sang Guru
tetapi yang paling tajam adalah "lidah manusia"...
Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati... dan
melukai perasaan saudaranya sendiri...
Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan KEMATIAN...
senantiasa belajar dari MASA LALU...
dan tidak memperturutkan NAFSU...???
Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun...
dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH....
serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita...???
by Mas Javas · 0
ibunya. Karena sangat marah, Anna
segera meninggalkan rumah tanpa membawa
apapun. Saat berjalan di suatu
jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali
tidak membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati
sebuah kedai nasi dan ia mencium
harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali
memesan sepiring nasi, tetapi ia
tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Anna berdiri cukup lama
di depan kedainya, lalu
berkata: "Nona, apakah engkau ingin memesan
sepiring nasi?" "Ya, tetapi,
aku tidak membawa uang" jawab Anna dengan
malu-malu.
"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab
si pemilik kedai. "Silakan
duduk, aku akan memasakkan nasi untukmu".
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu
mengantarkan sepiring nasi. Anna
se gera makan beberapa suap, kemudian air
matanya mulai berlinang. "Ada apa
nona?" tanya si pemilik kedai. "Tidak apa-apa"
aku hanya terharu jawab Anna
sambil mengeringkan air matanya.
"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun
memberi aku sepiring nasi !
Tetapi... ibuku sendiri, setelah bertengkar
denganku, mengusirku dari rumah
dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali
lagi. Kau, seorang yang baru
kukenal, tetapi begitu peduli denganku
dibandingkan dengan ibu kandungku
sendiri" katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan
Anna, menarik nafas panjang
lalu berkata: "Nona, mengapa kau berpikir seperti
itu? Renungkanlah hal ini,
aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau
begitu terharu. Ibumu telah
memasak
nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini,
mengapa kau tidak
berterima kasih kepadanya? Dan kau malah
bertengkar dengannya."
Anna terhenyak mendengar hal tsb. "Mengap! a
aku tidak berpikir tentang hal
itu? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru
kukenal, aku begitu
berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg
memasak untukku selama
bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan
kepedulianku kepadanya. Dan
hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar
dengannya.
Anna segera menghabiskan nasinya, lalu ia
menguatkan dirinya untuk segera
pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia
memikirkan kata-kata yg harus
diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia
melihat ibunya berwajah letih dan
cemas. Ketika bertemu dengan Anna, kalimat
pertama yang keluar dari mulutnya
adalah "Anna, kau sudah pulang. Cepat
masuklah, Ibu telah menyiapkan makan
malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur.
Makanan akan dingin jika kau tidak
memakannya sekarang"
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan
tangisnya. Ia pun menangis di
pelukan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan s! angat
berterima kasih kepada orang lain di
sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang
diberikan kepada kita.
Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan
kita, khususnya orang tua kita,
kita harus ingat bahwa kita berterima kasih
kepada mereka seumur hidup kita.
by Mas Javas · 0
Siang itu Rasululloh sedang sholat berjamaah bersama para sahabat beliau, Diantara sederetan sahabat yang makmum di belakang Rasululloh, nampak seorang tengah baya yang kusut rambutnya dengan berpakaian lusuh, Ia dikenal sebagai seorang sahabat Rasululloh yang tekun beribadah. Setelah Rosululloh menyelesaikan sholat, sahabat berpakian lusuh itu segera beranjak pulang tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu, Rasululloh menegurnya, “ Tsa’labah!,mengapa engkau tergesa-gesa pulang. Tidakkah engakau berdoa terlebih dahulu. Bukanlah tergesa-gesa keluar dari mesdjid adalah kebiasaan orang-orang munafik..” Tsa”labah. Menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rosululloh, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rosululloh. “ Wahai Rosullloh, kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakannya sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini, Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin, untuk itu, Wahai Rosululloh. Jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Alloh menghilangkan semua kemiskinan kami ini dan memberi rezeki yang banyak.
Rosululloh tersenyum mendengar penuturan Tsa”labah, lalu beliau berkata,” Tsa”labah sahabatku, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit itu lebih baik dari pada engkau bergelimangkan harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur. Nasehat Rasululloh sedikit menghibur hati Tsa”labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah dia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan, Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rosululloh, karena Doa seorang utusan Alloh pasti didengar Alloh, itulah yang selalu menjadi angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rosulullloh, dan memohon agar beliau mau mendoakannya agar menjadi orang kaya. Rosululloh kembali menasehati, “ Wahai Tsa’Labah. Demi Dzat diriku diriku berada ditanganNya, seandainya aku memohon kepada Alloh agar Gunung Uhud menjadi emas, Alloh pasti mengabulkannya, tetapi apa yang terjadi jika gunung uhud benar-benar menjadi emas, masdjid-masdjid akan sepi!. Semua orang akan sibuk memupuk kekayaan dari gunung itu, aku khawatir jika engkau menjadi orang kaya engkau akan lupa beribadah kepada Alloh.
Tsa”labah terdiam mendengar nasehat Rosululloh namun dalam hatinya berkecamuk. “Aku mengerti Rosulullloh tidak mau mendo’akan karena beliau sayang kepadaku, beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya aku akan menjadi golongan orang-orang yang khufur, tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang aku miliki aku akan membela agama ini dengan hartaku. Akhirnya Tsa’labah pulang, ia merasa malu apabila terus memaksa Rosululloh agar mau mendo’akannya, namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya, Ditemuinya Rosulullloh, ya memohon untuk yang ketiga kalinya aga Rosulullloh mau mendo’akan. Kali ini Rosululloh tidak bisa menolak keinginan Tsa’Labah, beliau menengadahkan tangan kelangit. Ya…ALLAH…limpahkanlah rejekiMU kepada Tsa’Labah”. Kemudian Rosululloh memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’Labah, ”Peliharalah kambing ini baik-baik….pesan Rasulullloh. Tsa’Labah pulang membawa kambing pemberian Rasulullloh dengan hati yang berbunga-bunga” Dengan modal kambing serta Do’a Rasululloh aku yakin aku akan menjadi orang yang kaya raya.
Hari-berganti hari, bulan berganti bulan Tsa’Labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang yang kaya yang terpandang, Kambingnya berjumlah ribuan, disetiap lembah dan bukit terdapat kambingnya Tsa’Labah. Pagi itu Tsa’Labah berjalan-jalan meninjau kandang-kandang kambing yang sudah tidak sesuai dengan jumlah kambing yang terus berkembang biak. “Hmmm. Aku harus pindah dari sini mencari lahan yang lebih luas untuk menampung kambing-kambingku. Akhirnya Tsa’Labah menemui lahan yang luas dipiggir Madinah. Disana ia membangun kandang-kandang baru yang lebih besar, Namun demikian perkembangan kambing-kambing Tsa’Labah bagaikan air bah yang sulit di bendung, kadang-kadang yang baru dibangun itu sudah penuh sesak oleh ribuan kambing, Dengan demikian Tsa’Labah setiap hari disibukkan terus dengn harta kekayaannnya, Ia yang dulu setiap Sholat lima waktu selalu berjamaah di masdjid sekarang datang kemasdjid hanya pada waktu sholat dhuhur dan ashar saja.
Kini kandang kambing yang baru dibangun Tsa’Labah di pinggin Madinah sudah tidak lagi memenuhi syarat, maka ia memutuskan untuk mencari area yang lebih luas lagi, tsa’Labah sudah tidak memikirkan lagi bagai mana ibadahnya bila jauh dari Madinah. Kepalanya sudah dipenuhi dengan hubbudhunya, sehingga ia datang kemasdjid hanya satu kali dalam satu minggu pada sholat Jum’at. Dengan demikian derasnya harta yang mengalir dirumah tsa’labah kini ia lebih senang tinggal dirumah dari pada jauh-jauh datang kemesdjid, bahkan sholat jum’at pun ia sudah takdatang lagi ke masdjid. Sampai Rosulullloh bertanya” Wahai sahabatku. sudah sekian lama Tsa’Labah tidak keliahatan di masdjid…taukan kalian kemana dan bagaimana keadaannya sekarang. “Wahai Rosulullloh. Tsa’ Labah sudah menjadi orang kaya. Lembah-lembah di Madinah maupun di luar Madinah telah penuh sesak dengan kambing-kambingnya Tsa’Labah.” “ Benarkah.. mengapa ia tidak pernah menyerahkan Shodakahnya sedikitpun?”.
Setelah Alloh menurunkan ayat tentang kewajipan Zakat. Rosulullloh mengutus dua orang sahabat untuk menjadi amil zakat, seluruh umat islam di Madinah yang hartanya dipandang sudah Nisob zakat didatangi, tak terkecuali Ts’Labah pun menjadi giliran. Kedua utusan Rosulullloh membacakan ayat zakat dihadapat Tsa’Labah. Kemudian setelah dihitung dari seluruh harta kekayaannya ternyata memang banyak harta Tsa’Labah yang harus diserahkan sebagai zakat. Tak disangka Tsa’Labah mukanya berubah merah, ia berang. “Apa-apaan ini. Kalian mengatakan ini zakat tetapi menurutku ini lebih tepat disebut upeti!. Pajak!. Sejak kapan Rosulullloh menarik upeti Hah.!? Aku bisa rugi” ucap Tsa’Labah. “Kalian pulang saja aku tidak mau menyerahkan hartaku ..!”
Kedua utusan Rosulullloh kembali menghadap Rosulullloh dan menceritakan semua perbuatan Tsa’Labah, beliau bersedih telah kehilangan seorang sahabat yang dulu tekun beribadah ketika miskin namun setelah kaya ia telah terpengaruh dengan harta kekayaannya. “Sunggu celaka Tsa’Labah.. Celakalah ia..” Kemudian Allah menurunkan ayat 75 dalam surat At-Taubah tantang ciri-ciri orang MUNAFIK. Ayat ini segera menyebar keseluruh muslimin di Madinah sehingga ada salah seorang sahabat Tsa’Labah yang datang memberi tahunya. Celakalah engkau Tsa’Labah, Allah telah menurunkan ayat karena tingkah perbuatanmu. Tsa’labah tertegun, ia baru sadar bahwa nafsu angkara murka telah lama memperbudaknya. Kini ia bergegas menghadap Rosulullloh dengan membawa zakat dari seluruh hartanya, Namun Rosulullloh tidak berkata apa-apa kecuali hanya sepatah kata, Sebab kedurhakaanmu Allloh melarangku untuk menerima zakatmu.
Rosulullloh mengambil segenggam tanah lalu dutaburkan ditas kepala Tsa’Labah, “inilah perumpamaan amalanmu selama ini. sia- sia belaka. Aku telah perintahkan agar engkau menyerahkan zakat tetapi engkau menolak, celakalah engkau Tsa’ Labah”. Tsa’Labah kembali kerumahnya, dengan penyesalan yang tanpa batas dan tiada arti. Sampai suatu hari terdengar kabar Rosulullloh telah wafat, ia semkin bersedih karena taubatnya tidak diterima oleh Rosulullloh hingga beliau wafat. Tsa’Labah mencoba mendatangi Khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rosulullloh, ia datang membawa zakat. Abu Bakar hanya berkata “Rasulollloh saja tidak mau menerima zakatmu, bagaimana mungkin aku dapat menerima zakatmu.!”
Demikian pula dizaman kekholifahaan umar bin Khatab, Tsa’labah mencoba menyerahkan zakat, umarpun tidak mau menerima sebagai mana Rosulullloh dan Abu bakar tidak mau menerima zakatnya, Bahkan sampai kholifah usman bin Affan juga tidak mau menerima zakat Tsa’labah karena Rosulullloh, Abu Bakar dan Umar tidak mau menerima zakatnya.
Demikianlah kehidupan sahabat Rosulullloh yang telah tenggelam di dalam gelimang harta hingga menyeretnya ke lembah kemunafikan, Ia telah melalaikan kewajibannya. Ia telah mengingkari janji-janjinya, Ia telah melecehkan kemuliaan ALLOH dan Rosulnya sehingga membuahkan penderitaan yang kekal abadi didalam neraka. Nauszubillahi min dzalik ..
by Mas Javas · 0
Seorang anak manusia paro baya merasa hidupnya dalam kesulitan besar. Ia merasa keberuntungan dan kebahagian sepertinya menjauh dari dirinya. Ia tidak bahagia menjalani hidup ini. Maka pada suatu kesempatan dia munajat kepada Allah meminta kebahagiaan. Tidak henti – hentinya dia berdoa, akhirnya Allah mendengarkan doanya. Diutuslah malaikat yang datang dalam mimpinya dengan menjelma menjadi seorang Resi dan berkata kepadanya, “Melihat usaha dan kesungguhanmu, Allah mengabulkan doamu. Sekarang silahkan meminta tiga hal saja yang akan membuatmu bahagia.” Lelaki itu sangat gembira sekali dengan berita itu. Segera ia ajukan permohonan yang pertama untuk menjadi bahagia. Ia merasa bahwa kebahagiaannya selama ini terganggu oleh sekelilingnya. Menurutnya, dia tidak bahagia lantaran dia punya isteri yang cerewet. Sangat cerewet, sehingga kemana pun mata memandang dan kaki melangkah seakan terngiang terus kecerewetan istrinya. Kegaduhannya, kejelekannya, suka ngaturnya, ceriwisnya yang nerocos bagai senapan mesin otomatis. Rasanya dia akan merasa damai dan bahagia jika isterinya itu tidak bersamanya, maka setelah dipikir masak - masak dia berkata, “Wahai Resi, dapatkah engkau mencabut nyawa istriku.” Itulah permintaan pertamanya. Sesuai yang dijanjikan, permintaan itu ternyata dikabulkan. Keesokan harinya, setelah sang suami bangun, ia mendapati sang istri telah meninggal dunia.
Pagi itu menjadi hari yang ramai dan sibuk. Para tetangga, kerabat dan handai – taulan datang dan berkumpul di rumahnya untuk mengucapkan bela sungkawa. Takziyah. Mereka amat kaget dan sedih mendengar kematian sang istri yang mendadak. Dan mereka berkumpul saling menceritakan kenangan mereka mengenai sang istri tersebut, yang akan dikuburkan esok hari. Ternyata, hampir semua kenangan yang disebutkan oleh para pelayat adalah hal – hal yang baik. Tak satu pun pengunjung yang mempunyai kenangan jelek tentang istrinya. “Orang baik seperti dia memang biasanya cepat dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tak disangka dia telah meninggalkan kita,” kata mereka. Mendengar perkataan – perkataan itu, sang suami menjadi salah tingkah. Dia panik. Dia merasa telah salah melihat dan menilai kehidupan istrinya. Akhirnya secepat kilat dia menuju ke kamar dan bermunajat lagi kepada Sang Pencipta. Malam itu sang Resi datang menemuinya kembali untuk menjawab permintaan sesuai yang dijanjikan kepadanya. Sang suami berkata, “Hai Resi hidupkan kembali istriku. Ternyata dia orang yang baik. Selama ini aku telah salah menilainya,” pintanya. Sang istri pun hidup kembali.
Kembalinya sang istri, ternyata tak juga membuatnya bahagia. Kesan kebaikan yang diberikan kepada sang istri oleh tetangga dan kerabatnya belum ditemukan juga oleh sang suami. Cara pandang dan perlakuannya masih tetap sama seperti dulu. Tak ada yang berubah. Hanya satu yang dia tahu ternyata istrinya itu orang baik, tetapi dia belum bisa menemukan di sisi mana kebaikan itu. Lama dia termenung dan akhirnya bertanya ke sana – kemari untuk memperoleh jawabannya. Sebab dia masih ingat masih ada satu lagi permintaan yang akan dikabulkan untuk menggapai kebahagiaan. Sedangkan yang dua kesempatan telah sirna karena salah sangka, malpraktek. Oleh karena itu, dia akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik – baiknya. Tidak boleh sembrono. Tidak boleh gegabah. Harus presisi, tepat guna dan tepat sasaran. Dalam pencariannya sang suami bertanya kepada beberapa teman, sahabat dan orang yang dia anggap tahu masalah kebahagiaan ini. Darinya ia memperoleh beberapa jawaban, bahwa untuk bahagia harus punya istri muda yang cantik, harus punya jabatan dan kekuasaan, punya harta berlimpah, mobil banyak, rumah indah dan lain sebagainya. Nasehat – nasehat ini membuat dia terombang – ambing dalam kebingungan dan kebimbangan, jauh dari kebahagiaan.
Sampai beberapa tahun kemudian sang suami belum juga memutuskan apa yang terbaik dan dipilihnya. Ia masih bingung dan limbung. Pada suatu malam sang Resi datang kembali kepadanya. “Aku masih punya hutang kepadamu satu permintaan lagi. Silahkan kau meminta satu lagi sekarang,” katanya.
“Wahai sang Resi, aku bingung, tolong berikan aku petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan itu,” pintanya.
“Baiklah,” kata sang Resi dengan lembut, “Agar engkau senantiasa merasa bahagia, mintalah kepada Yang Maha Kuasa diberi hati yang nrimo dan penuh kesyukuran.”
Pernyataan ini sejalan dengat nasehat bahwa hati yang syukur dan pasangan yang baik akan menolong perkara duniamu. Pada kenyataannya masih banyak para pecinta kehidupan ini salah arah dalam mencari dan meraih kebahagiaan. Kebahagiaan adalah perjalanan ke dalam, bukan keluar. Perjalanan mengenali diri sendiri. Sifat dasar yang harus dimiliki untuknya adalah nrimo – menerima segala sesuatu yang telah diberikan kepada kita dan mensyukurinya. Terlebih bagi kita yang ngepasi dalil berikut ini, “Sungguh beruntung orang yang memeluk islam, diberi rejeki yang cukup dan Allah memberikan sifat qona’ah (nrimo ing pandum) dengan apa yang Dia berikan kepadanya.” (Rowahu Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Untuk mendalaminya lebih lanjut mari resapi untaian sajak berikut ini.
Bersyukurlah karena belum punya semua hal yang kau inginkan, jika sudah apalagi yang kau cari?
Bersyukurlah saat kau tidak tahu sesuatu, karena kau berkesempatan untuk belajar
Bersyukurlah atas saat-saat sulit, pada masa itulah kau bisa berkembang
Bersyukurlah atas keterbatasanmu, karena ia memberi kesempatan bagimu untuk jadi lebih baik
Bersyukurlah atas setiap tantangan baru, karena tantangan itu akan membuatmu lebih kuat dan berkarakter
Bersyukurlah atas kesalahan yang kau lakukan, kesalahan memberimu pelajaran yang sangat berharga
Bersykurlah saat kau merasa letih dan jemu, artinya kau sudah menemukan hal yang berbeda.
Bersyukurlah atas masalah yang kau hadapi, dan masalah itu bisa jadi adalah karuniamu
Dengan begini, adakah yang lebih berarti ketika diri sudah diliputi aras kesyukuran yang tinggi? Karena bersamalah ada kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan yang banyak orang cari.
Oleh :Faizunal Abdillah
by Mas Javas · 0
Ini cerita tentang Annisa, gadis kecil berusia lima tahun. Suatu
sore, Annisa menemani Bundanya berbelanja di suatu supermarket.
Ketika menunggu giliran membayar, Annisa melihat sebentuk kalung
mutiara putih berkialuan, tergantung dalam kotak berwarna pink yang
sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Annisa
sangat ingin memilikinya.
Tapi, dia tahu, pasti Bundanya sangat keberatan. Seperti biasanya,
sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan
meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli. Dan tadi
Bundanya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki berenda yg
cantik..
Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya untuk bertanya
Bunda bolehkah Annisa memiliki kalung ini? Bunda boleh mengembalikan
kaos kaki yang tadi… Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari
Annisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000,-. Dilihatnya mata Annisa
yg memandangnya dengan penuh harap dan cemas.
Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia
tidak mau bersikap tidak konsisten. Oke…Annisa, kamu boleh memiliki
kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yg kau pilih tadi. Dan karena
harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Bunda akan potong
uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju?
Annisa mengangguk lega dan segera berlari irang mengembalikan kaos
kaki ke raknya.
Terimakasih. ..Bunda. Annisa sangat menyukai dan menyayangi kalung
mutiaranya. Menurutnya kalung itu membuatnya nampak cantik dan
dewasa. Dia merasa secantik Bundanya. Kalung itu tidak pernah lepas
dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepaskannya
jika mandi atau berenang. Sebab, kata Bundanya, jika basah kalung
itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau…
Setiap malam sebelum tidur, Ayah Annisa akan membacakan cerita
pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah
cerita, Ayah bertanya: Annisa…, Annisa sayang nggak sama Ayah?
Tentu dong…Ayah pasti tahu kalau Annisa sayang Ayah!
Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu…
Yah…, jangan dong Ayah! Ayah boleh ambil Si Ratu boneka kuda dari
nenek! Itu kesayanganku juga.
Ya sudahlah sayang…nggak apa-apa! Ayah mencium pipi Annisa sebelum
keluar dari kamar Annisa.
Kira-kira semingu berikutnya setelah selesai membacakan cerita,
Ayah bertanya lagi:
Annisa…, Annisa sayang nggak sama Ayah?
Ayah, Ayah tahu bukan kalau Annisa sayang banget sama Ayah?
Kalau begitu berikan pada Ayah kalung mutiaramu.
Jangan Ayah…, tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie
ini. Annisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya
bermain.
Beberapa malam kemudian, ketika Ayah memasuki kamarnya, Annisa
sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Annisa
rupanya menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam diatas
pangkuan. Dari matanya, mengalir bulir-bulir air mata membasahi pipinya.
Ada apa Annisa, kenapa Annisa?
Tanpa berucap sepatah kata pun, Annisa membuka tangannya. Di
dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya. Kalau Ayah
mau… ambillah kalung Annisa.
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil
Annisa. Kalung itu di masukkan kedalam kantong celana. Dan dari
kantong satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih…sama
cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Annisa.
Annisa… ini untuk Annisa. Sama bukan? Memang begitu nampaknya tapi
kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau.
Ya… ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan
kalung mutiara imitasi Annisa.
Sahabat, demikian pula halnya dengan Allah. Terkadang Dia meminta
sesuatu kepada kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya
dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita seperti atau lebih
naïf dari Annisa: menggenggam erat sesuatu yang kita amat berharga,
dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangannya....
* **Finally…,*
*Jangan terlalu gembira atas apa yang diberikan padamu & jangan
terlalu bersedih atas apa yang di ambil darimu ***
by Mas Javas · 0
Pilih sehelai rambut Anda, cabut dengan keras dan rasakan celekitnya.
Di sehelai rambut Anda ada sel-sel yang besarnya sekitar 10 mikron (1/1.000.000 meter). Hitung sendiri kira-kira, berapa sel yang ada di sehelai rambut Anda. Itulah kuantifikasi dari celekit yang Anda rasakan.
Ingatlah kembali rasanya sebuah luka kecil di tangan Anda. Mungkin hanya sekitar dua atau lima sentimeter. Tapi mungkin sakitnya luar biasa
Di tubuh Anda, ada sekitar 50 sampai 75 triliun sel hidup.
Bisakah Anda membayangkan rasanya, saat sang pencabut nyawa menarik PAKSA seluruh kehidupan dari semua sel itu secara BERSAMAAN - hanya dengan satu SENTAKAN?
Ingatlah bahwa mati itu datangnya sewaktu-waktu dan setelah mati ada SURGA ada NERAKA...
tidak ada dalam sejarah manapun orang yang tidak mati ,bersegeralah kawan untuk lebih mempersungguh dalam ibadahnya.sebelum ajal menjemput ...
oleh : Rodiah Hasan
by Mas Javas · 0
Dzikir Ketika Melihat Hilal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat hilal beliau membaca,
اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِِيمَانِ ، وَالسَّلامَةِ وَالإِِسْلامِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ
“Allahumma ahillahu ‘alayna bilyumni wal iimaani was salaamati wal islaami. Robbii wa Robbukallah. [Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah]” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ad Darimi. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan karena memiliki penguat dari hadits lainnya)
Ucapan Ketika Dicela atau Diganggu (Diusilin) Orang Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). An Nawawi mengatakan, “Termasuk yang dianjurkan adalah jika seseorang dicela oleh orang lain atau diajak berkelahi ketika dia sedang berpuasa, maka katakanlah “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“, sebanyak dua kali atau lebih. (Al Adzkar, 183)
Do’a Ketika Berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka membaca,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah [Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah]” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Adapun mengenai do’a berbuka yang biasa tersebar di tengah-tengah kaum muslimin: “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu….”, perlu diketahui bahwa ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan hal ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta oleh para ulama pakar hadits. (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy)
Do’a Kepada Orang yang Memberi Makan dan Minum
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,
أَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ سْقَانِى
“Allahumma ath’im man ath’amanii wasqi man saqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku] (HR. Muslim no. 2055)
Do’a Ketika Berbuka Puasa di Rumah Orang Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ
“Afthoro ‘indakumush shoo-imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa-ikah [Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo'akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Do’a Setelah Shalat Witir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pada saat witir membaca surat “Sabbihisma Robbikal a’laa” (surat Al A’laa), “Qul yaa ayyuhal kaafiruun” (surat Al Kafirun), dan “Qul huwallahu ahad” (surat Al Ikhlas). Kemudian setelah salam beliau mengucapkan
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
“Subhaanal malikil qudduus”, sebanyak tiga kali dan beliau mengeraskan suara pada bacaan ketiga. (HR. Abu Daud dan An Nasa-i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan di akhir witirnya,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Allahumma inni a’udzu bika bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” [Ya Allah, aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan kesalamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri]. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Do’a di Malam Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ [Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku].” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
by Mas Javas · 0
Bagi mukmin sejati, hidup adalah jalan menuju keabadian akhirat. Maka, berjuang dan bekerja keras adalah harga yang harus dibayarkan guna mencapainya. Namun, ketahuilah, sesungguhnya di setiap tempat dan waktu akan selalu ada persimpangan-persimpangan hidup yang memaksa kita untuk menentukan pilihan: terus berada pada jalan menuju keabadian itu atau berbelok mencari jalan pintas. Ya, jalan pintas yang mungkin lebih mulus, lebih cepat, lebih nikmat dan lebih menggiurkan namun sebenarnya cuma fatamorgana. Haruskah kita korbankan hidup yang begitu berharga guna mengejar fatamorgana?
Seorang pegawai rendahan mungkin dihadapkan pada persimpangan: bergegas datang di pagi hari karena berpikir bekerja adalah amanah atau bermalas-malas saja toh gaji tidak seberapa. Seorang pedagang mungkin dihadapkan pada persimpangan: berlaku jujur dalam takaran atau mencurangi sedikit untuk memperbesar keuntungan. Seorang istri mungkin dihadapkan pada persimpangan: berterusterang dalam menyisihkan uang belanja untuk ibunya atau diam-diam saja. Seorang politikus mungkin dihadapkan pada pilihan: menerima uang sogokan yang akan memperkaya diri dan kelompoknya atau menolaknya meski membawa konsekuensi diasingkan dan dilecehkan.
Bagi mukmin sejati, persimpangan hidup hanyalah seonggok batu ujian keimanan. Jika kita terpuruk, kita akan berada pada posisi stagnant sampai ada kesempatan persimpangan lain yang membuat kita makin terpuruk atau kembali pada derajat mulia. Wallohu’alam, kita tidak tahu persis berapa kali Allah swt memberi kesempatan ujian yang sama pada hambaNya; apakah setelah gagal di kali pertama, akan segera ada kali kedua, ketiga atau bahkan tak ada sama sekali? Yang jelas, jika kita melakukan dosa yang sama berkali-kali, maka setelah itu kita tidak lagi merasa berdosa saat melakukannya.
Jika kita berhasil melewatinya, maka akan makin menaiklah derajat. Tapi, bisa jadi makin banyak persimpangan lain yang lebih menikung yang harus kita hadapi. Sebab, sesuai dengan janji-Nya, Allah swt akan menguji seseorang sesuai dengan tingkatannya; makin tinggi tingkat keimanannya, makin berat dan makin beragam ujiannya.
Bagi mukmin sejati, ujian bukanlah momok yang menakutkan. Sebab, ia telah memiliki kelengkapan menghadapinya. (Yaitu) kemampuan bersabar dan bersyukur sebagai buah dari keberhasilannya melewati ujian-ujian sebelumnya. Ya, bersabar dan bersyukur adalah perangkat penting dalam menghadapi ujian dengan beragam bentuknya. Jika ujian itu berwujud sesuatu yang merujuk pada arti kesusahan, penderitaan, kesedihan, ketakutan dan sebagainya maka kunci sabar menjadi pelindung. Jika kunci ini dipakai saat menghadapi anak keras kepala, misalnya, kita akan memilih jalan tinggi. Dan jika ujian itu berwujud sesuatu yang identik dengan kesenangan, kepuasan, kenyamanan dan sebagainya, maka kunci syukur yang harus dipakai. Jika kunci ini dipakai saat menghadapi money politic, misalnya, maka kita pun akan memilih jalan tinggi.
Sabar dan syukur memang amat diperlukan. Namun sayangnya, keduanya bukanlah anugerah yang datang begitu saja dari arsy Allah swt ke dalam dada kita. Kita perlu menatanya, sebata demi sebata, sampai ia tegak berdiri sebagai benteng yang kokoh. Kita perlu mengejanya, sekata demi sekata hingga ia terrangkai menjadi prosa nan indah. Ketahuilah, bata dan kata itu kita ambil dari ujian kecil demi ujian kecil yang kita temui dalam beragam persimpangan kecil hidup kita. Jika kita tak pernah berhasil menyimpan satu batu bata, jangan pernah berharap mampu membangun benteng nan kokoh; jika kita tak pernah memungut kata demi kata, jangan bermimpi mampu merangkai prosa nan indah. Itulah benteng atau prosa tentang kesabaran dan kesyukuran
--------------------------
(Diambil dari tulisan Dwi Septiawati Djafar)
by Mas Javas · 0
Nak, jauh sebelum kau hadir dalam kehidupan ayah dan ibu, kami senantiasa bermohon kepada Allah Swt agar dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholihah, yang taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, rajin beribadah dan belajar, serta dapat menjadi penerus dalam menegakkan kalimat Allah.
Banyak rencana yang kami rancang, agar kelak bila kau hadir, kami sudah siap menjadi orang tua yang baik dan mampu mendidikmu dengan didikan yang sesuai dengan Islam, tuntunan kita seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Ayah dan Ibu ingin, kelak bila Allah mengamanahkan kepada kami seorang putri, maka dia akan berakhlaq seperti akhlaqnya Fatimah putri Rasulullah, dan bila Allah mengamanahkan seorang putra, maka dia akan seperti Ali.
Setelah tanda kehadiranmu mulai tampak, Ibu sering mual, muntah-muntah, sakit kepala dan sering mau pingsan, Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya, kami menjagamu sepenuh hati, serta senantiasa berharap, kelak kau lahir sebagai anak yang sehat, sempurna dan menyenangkan.
Sejak dalam rahim, kami mencoba menanamkan kalimat-kalimat tauhid kepadamu dan berupaya mengenalkanmu kepada Sang Pencipta, dengan bacaan ayat-ayat suci-Nya dan senandung-senandung shalawat Nabi.
Saat kau akan lahir, Ibu merasakan sakit yang amat sangat, seolah berada antara hidup dan mati, namun Ibu tidak mengeluh dan putus asa, karena bayangan kehadiranmu lebih Ibu rindukan dibanding dengan rasa sakit yang Ibu rasakan. Ibu tak henti-hentinya berdo’a, memohon ampunan dan kekuatan kepada Allah. Ayahpun tidak tidur beberapa malam untuk memastikan kehadiranmu, menemani dan menguatkan Ibu, agar sanggup melahirkanmu dengan sempurna. Bacaan dzikir dan istighfar, mengiringi kelahiranmu.
Begitu kau lahir, sungguh rasa sakit yang amat sangat sudah terlupakan begitu saja. Setelah tangismu terdengar, seolah kebahagiaan hari itu hanya milik Ibu dan Ayah. Air mata yang tadinya hampir tak henti mengalir karena menahan sakit, berganti menjadi senyum bahagia menyambut kelahiranmu. Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah Swt, kemudian Ayah melantunkan bacaan adzan dan iqomat ditelingamu, agar kalimat yang pertama kali kau dengar adalah kalimat Tauhid yang harus kau yakini dan kau taati selama hidupmu.
Saat pertama kali kau isap air susu Ibu, Ibu merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada tara. Ibu ingin memberikan semuanya kepadamu, agar kau segera tumbuh besar dan sehat. Ibu berupaya supaya ASI ini dapat mencukupi kebutuhanmu. Ibu berupaya untuk selalu dekat denganmu, dan selalu mengajakmu kemanapun Ibu pergi, supaya kapanpun kau lapar, Ibu selalu siaga memberikan air surgawi karunia Ilahi itu kepadamu.
Ibu berusaha untuk selalu siap siaga menjagamu, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Saat malam sedang tidur lelap, Ibu akan terjaga bila kau tiba-tiba menangis karena popokmu basah atau karena kau lapar. Saat sedang makan dan kau buang air besar, Ibu dengan rela menghentikan makan dan mengganti popokmu dulu. Dan semuanya, Ibu lakukan dengan senang hati, tanpa rasa risih dan jijik.
Tatkala kau mulai belajar sholat, dan usai sholat kau lantunkan do’a untuk orang tua, walau dengan bacaan yang masih belum sempurna, bercucur air mata ibu karena kau telah mampu melafalkan do’a itu. Timbul harapan dihati yang paling dalam, kelak hingga ketika Ibu dan Ayah tiada, kau tetap melantunkan do’a itu, karena do’amu akan memberikan kepada Ibu dan Ayah pahala yang tak henti-hentinya di yaumil-akhir. Kaulah asset masa depan bagi kami. Kau akan mampu menolong kami di yaumil-akhir nanti, bila kau menjadi anak yang sholih.
Saat kau memasuki usia sekolah, Kami carikan sekolah yang baik untukmu. Sekolah yang memiliki visi pendidikan seperti yang Ibu dan Ayah inginkan. Ayah mengantarmu ke sekolah setiap pagi dan Ibu mendampingimu selalu hingga kau berani ditinggal di sekolah sendiri. Keperluan sekolahmu selalu kami upayakan, walau kadang harus dengan susah payah, agar kau bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak untuk kehidupanmu dimasa yang akan datang. Kami senantiasa berupaya membimbingmu untuk dapat melakukan segala sesuatu, agar saat besar nanti kau mampu melayani dirimu sendiri.
Maafkan Ibu dan Ayah bila sekali waktu (atau bahkan sering) memarahimu ketika kau membuat kesalahan yang berulang-ulang. Sungguh, sebenarnya Ibu dan Ayah tak ingin memarahimu, namun kamipun sadar bahwa kau harus tahu dan harus dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, agar saat kau dewasa dan telah bergaul dengan masyarakat umum nanti, kau bisa memilih untuk selalu melakukan yang haq dan meninggalkan yang bathil.
Maafkan pula bila Ibu dan Ayah selalu membatasi tontonan dan bacaanmu, karena saat inii sangat banyak media yang dapat merusak pendidikan yang sudah kami terapkan kepadamu. Itu semua kami lakukan, agar kau terpelihara dari hal-hal negatif yang akan mendangkalkan akhlaq dan perilakumu.
Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wadzurriyaatinaa qurrota a'yun waj’alnaa lilmuttaqiina imaaman. Amiin ..
--------------------------
(Diambil dari tulisan Ummu Sofi )
by Mas Javas · 0
Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik.
"Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek. Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda
berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !"
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak. Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi
sirna tatkala kulihat diriku.
Seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya.
Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, janganlah kecil hati, karena Di a sedang membentuk Anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, Anda akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk Anda.
--------------------------
(Kiriman dari sdr. Oki)
by Mas Javas · 0
Ya Allah, kaki ini meniti lemah anak tangga diantara gelap Masjid-Mu. Malam ini sudah masuk 10 malam terakhir Ramadhan, malam ke 23 dari untaian malam berkah. Hati berseru takbir dengan kepalan jari-jari lemas terurai lagi. Allah, ijinkanlah aku menjumpaimu pada malam-malam terakhir ini, setelah sekian malam aku hanya bergulat dengan dunia. Seharian aku dikejar amanah pekerjaan dan mengurusi keluarga, yang semakin menghabiskan waktuku. Bahkan aku terpaksa harus "I'tikaf" di kantor meningat target pekerjaan yang tak mengenal toleransi. Malam ini, aku ingin bercumbu penuh khusyu dengan-Mu, dengan tubuh diselimuti gigil ngilu.
Bacaan Quran-ku tertinggal waktu. Malu pada jam yang tetap istiqomah berputar, tapi amalanku tak pernah mau untuk istiqomah berjalan. Tarawih dan Qiyamullail semau gue-ku, apakah Engkau terima ? Hanya Engkau yang Maha Menentukan hasil dari semua usaha, aku tak sanggup mendengarkan hasil perhitungan-Mu saat ini. Amalanku yang dijejali riya semoga Engkau ampuni. Berapa kali shadaqahku ? Ah, lagi lagi malu pada kotak shadaqah, pada tangan kanan dan kiri yang selalu saling melihat ketika kurogoh sisa uang saku. Yang kumasukkan hanya secarik uang kertas yang paling kecil dan lusuh.
Ramadhan kali ini menyisakan sayatan pilu diruhaniku. Aku tak mampu menghisab diri dari kebaikan dan keburukan, dari amalan dan dosa, apalagi dari ikhlas dan riya. Bukan terlalu banyak, tapi terlalu kecil dan tak terindera. Semuanya aku kembalikan pada-Mu. 22 hari kulewati tanpa makna secuilpun yang tergores di kalbu. Bukan ini mauku. Bukan ini tujuanku. Tapi inilah yang sudah kudapat sampai saat ini. Sebuah keterlambatan.
Allah, terangkanlah padaku tentang makna keterlambatan. Semuanya sudah berjalan jauh tapi aku masih berlari kecil di tempat. Lelah ini kulahap sendiri. Ingin rasanya berlari sekencang mungkin untuk menyusul mereka yang telah jauh. Ya Allah, berikanlah hamba keluangan dan kesempatan untuk menangis di pangkuan-Mu, untuk mengejar ketelambatan ini. Ya Allah, ijinkanlah hamba-Mu ini memulai lagi. Merangkai malam-malam sunyi menjadi parade dzikir untuk-Mu. Mencuci diri dari noda, yang entah dari mana harus kumulai membersihkannya. Merangak menggapai uluran maghfirah-Mu.
Ramadhan masih tersisa beberapa hari lagi. Dan masih ada Lailatul Qadar yang setia menunggu jelmaan manusia-manusia yang Dia ridloi. Aku sangat menyadari betapa tidak pantasnya diri ini menerima anugerah-Mu itu. Tapi, apakah salah jika manusia dungu ini menginginkan syurga-Mu?
Ya Allah, ijinkanlah aku menapaki keterlambatan dengan beribu semangat juang. Agar aku bisa sampai kehadirat-Mu seperti juga mereka yang telah sampai mendahuluiku. Ijinkanlah aku mendapatkan anugerah Lailatul Qadar-Mu, mungkin untuk yang pertama kali, dan mungkin sekali-kalinya dalam hidup ini. Karena aku tidak tahu apakah tahun depan bisa berjumpa Ramadhan lagi, dan berjuang bersama
mendapatkan anugerah-Mu itu.
by Mas Javas · 0
Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah Swt. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya.
Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang hina dan merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan musuh-musuhnya. Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup.
Bagi seorang muslim yang mukmin, menangis merupakan buah kelembutan hati dan pertanda kepekaan jiwanya terhadap berbagai peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya. Rasulullah Saw meneteskan air matanya ketika ditinggal mati oleh anaknya, Ibrahim. Abu Bakar Ashshiddiq ra digelari oleh anaknya Aisyah ra sebagai Rojulun Bakiy (Orang yang selalu menangis). Beliau senantiasa menangis, dadanya bergolak manakala sholat dibelakang Rasulullah Saw karena mendengar ayat-ayat Allah. Abdullah bin Umar suatu ketika melewati sebuah rumah yang di dalamnya ada sesorang sedang membaca Al Qur'an, ketika sampai pada ayat: "Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam" (QS. Al Muthaffifin: 6). Pada saat itu juga beliau diam berdiri tegak dan merasakan betapa dirinya seakan-akan sedang menghadap Robbnya, kemudian beliau menangis. Lihatlah betapa Rasulullah Saw dan para sahabatnya benar-benar memahami dan merasakan getaran-getaran keimanan dalam jiwa mereka.
Bukankah diantara tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari dimana tiada naungan kecuali naungan Allah adalah orang yang berdoa kepada Robbnya dalam kesendirian kemudian dia meneteskan air mata? Tentunya begitu sulit meneteskan air mata saat berdo'a sendirian jika hati seseorang tidak lembut. Yang biasa dilakukan manusia dalam kesendiriannya justru maksiat.
Orang yang keras hatinya, akan sulit menangis saat dibacakan ayat-ayat Allah. Barangkali di antara kita yang belum pernah menangis, maka menangislah disaat membaca Al Qur'an, menangislah ketika berdo'a di sepertiga malam terakhir, menangislah karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah dirimu karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah. Semoga hal demikian dapat melembutkan hati dan menjadi penyejuk serta penyubur iman dalam dada.
--------------------------
(Diambil dari artikel www.eramuslim.com)
by Mas Javas · 0
Musibah emang bisa bikin susah. Tapi jangan keterusan bikin hati gundah. Karena ternyata Allah menyiapkan hikmah di baliknya. Tetep don’t worry be happy.
Kalo bisa milih, kagak bakal ada remaja yang sudi menerima bencana. Mana ada dong orang yang mau rumahnya diacak-acak gelombang tsunami, mobilnya digulung tornado, atau orang-orang terkasihnya ditelan gempa tektonik. Kagak bakal ada yang mau, bro!
Manusia itu tipikalnya emang seneng banget dengan yang namanya happyness. Pengennya seneng en bahagia selalu. Jadi mahluk yang namanya musibah kagak didemenin ama banyak orang. Termasuk oleh remaja.
Tapi gimana bisa kita milih? Lha wong tahu-tahu gelombang tsunami udah ada di depan mata. Atau gimana bisa nyelametin rumah kita kalau dalam sekejap mata tanah udah belah karena hentakan gempa tektonik. Hidup itu terkadang emang nggak bisa memilih.
Ujian hidup, Bro!
Kalo kita pikir-pikir, ternyata hidup ini emang ada siklusnya; ada siang ada malam, ada mentari ada simpati eh rembulan maksudnya, dan ada tawa ada duka. Allah Swt. nggak hanya memberikan kesenangan hidup buat umat manusia, tapi juga ngasih sesuatu yang bisa bikin manusia terhenyak lalu bercucuran air mata duka.
Guys, itu semua kata orang-orang alim dan soleh adalah sunnatullah. Sesuatu yang emang udah ditakdirkan oleh Allah sebagai bagian kehidupan yang udah pasti menimpa manusia. Misalnya, ada kelahiran ada juga kematian. Ketika ada bayi yang lahir, orangtuanya kan pasti gembira bin sumringah. Tapi ketika orang yang dikasihi meninggal, pastinya bersedih. Dan ternyata itu terjadi setiap saat dalam kehidupan kita. Nggak ada orang yang bisa menolak kelahiran dan kematian. Semua udah ditakdirkan oleh Allah Swt. FirmanNya: “Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia.”(QS Maryam [19]: 35)
Tapi apa iya Allah tega melihat mahlukNya menderita? Pasti tidak, tapi Allah memang selalu ngasih yang namanya ujian hidup buat manusia yang beriman. Kalo ada manusia yang beriman, maka Allah pengen tahu seperti apa sih keimanannya; beneran atau palsu? Tinggi atau rendah? Allah Swt. berfirman: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS al-’Ankabuut [29]: 2)
Ujian yang berupa musibah itu macam-macam bentuknya; mulai dari yang kecil sampe yang gede. Mulai hati yang resah, badan yang cape en pegel-pegel, sampai musibah besar seperti yang menimpa saudara-saudara kita di berbagai daerah. Termasuk serangan si biadab Israel ke Palestina dan Libanon adalah ujian dari Allah untuk umatNya. Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan hati, bahkan gangguan yang berupa duri melainkan semua kejadian itu akan berupa penebus dosa.” (HR Bukhari, Muslim)
Tapi gimana dong, kan nggak semua orang tahan menghadapi ujian atawa musibah? Jangan khawatir, guys. Semua ujian itu ternyata udah diatur oleh Allah agar sesuai dengan kekuatan iman masing-masing. Allah menjelaskan dalam ayatNya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS al-Baqarah [2]: 286)
Nabi saw. bersabda: “Ujian yang paling berat adalah bagi para nabi, kemudian berikutnya dan berikutnya, seseorang diuji (oleh Allah) sesuai kadar agamanya. Maka tidaklah musibah menimpa seseorang sehingga ia berjalan di atas bumi dan tidak ada dosa padanya.” (HR Bukhari)
Pelajaran empati
Orang-orang yang soleh juga mengatakan kalau hal seperti itu adalah cara cerdas dari Allah untuk bikin manusia menikmati hidup. Maksudnya, kalo kita nggak pernah ngalamin yang namanya musibah, kita nggak bakal tahu cara bersyukur nikmat. Contohnya nih, kalo kita nggak pernah sakit gigi, kita mungkin suka lupa betapa nikmatnya punya gigi sehat yang bisa ngunyah makanan kesukaan kita.
Selain itu, dengan adanya bencana yang menimpa manusia, kita diajarkan untuk bisa berempati pada penderitaan orang lain. Turut merasakan derita orang lain, karena kita juga pernah mengalami penderitaan yang serupa. Mereka yang hidupnya selalu hedonis, selalu mikirin dan nyari kesenangan ragawi, rada susah diajak untuk berempati. Pasalnya, hidup abis untuk ngedugem en having fun.
Dalam buku Kebun Hikmah, dikisahkan ada seorang wanita salehah yang gemar bersedekah. Tapi kebiasaannya itu justru ditentang oleh keluarganya. Sampai suatu ketika keluarganya memutuskan untuk tidak memberinya nafkah. Tujuannya memberi pelajaran supaya dia menghargai harta dan tidak banyak bersedekah. Akhirnya ia pun jatuh fakir.
Melihat saudaranya menderita, keluarganya menjadi iba. Akhirnya mereka memberinya lagi nafkah berupa shirmah (unta berjumlah sekitar 20-30 ekor). Suatu ketika datang seorang pengemis yang mengiba-iba. Wanita itu langsung saja memberinya seluruh unta yang diberikan keluarganya karena ia pernah merasakan derita sebagai orang fakir. Subhanallah!
Jadi di balik bencana – sekecil apapun itu – Allah ingin memberikan pesan yang indah; mensyukuri nikmat Allah yang ada dan bisa berempati pada penderitaan orang lain.
Orang kafir nggak?
Pernah nggak kepikiran, kenapa justru bencana sering menimpa orang baik-baik dan beriman, sementara orang-orang kafir justru baek-baek aja?
Hmm, wajar deh ada pertanyaan macam itu. Kalo kita liat betapa susahnya perjuangan dakwah Nabi saw., aduh sedih dan gemes. Ternyata dakwah itu berliku dan penuh kerikil tajam. Sering banget Nabi saw. dan para sahabat mendapatkan intimidasi dan siksaan fisik dari orang-orang kafir. Bahkan sewaktu ke Thaif, beliau mendapatkan serangan batu dari penduduknya. En ternyata, Allah Swt. kemudian memberitahu kepada beliau kalau para nabi dan rasul terdahulu juga mengalami nasib serupa. FirmanNya: “Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (QS al-An’aam [6]: 34)
Sementara itu, para pemimpin Quraisy seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan Walid bin Mughirah hepi banget menyiksa dan melihat derita kaum muslimin.? Kita juga sering ngeliat banyak orang jahat dan kafir yang hidupnya nampak hepi. Bergelimang harta dan popularitas. Apa kagak salah Allah ngasih itu semua?
Nggak, guys. Sama sekali nggak salah. Di balik pemberian Allah yang nampaknya nikmat, sebetulnya tersembunyi laknat. Allah tuh sengaja memberikan itu semua agar mereka makin terbuai dalam kejahatannya lalu Allah bakal ngebales perbuatan mereka dengan azabNya yang pedih. FirmanNya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS an-Nisaa [4]: 115)
So, saudara-saudaraku yang tengah tertimpa musibah, di mana saja, don’t worry be happy. Di balik aneka musibah itu Allah tengah menyiapkan aneka kebaikan dan pahala yang luaaar biasa, jika kita mau bersabar dan tetap berkeyakinan kalo Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Yakin deh, bro en sis! [januar]
===boks
3 Jurus Penghilang Duka
* Don’t look back! Jangan melulu ngingetin masa lalu, tataplah ke depan. Kita emang pantes bersedih, tapi jauh lebih penting mempersiapkan diri menghadapi masa depan. Allah sengaja menyelamatkan kita supaya jadi orang yang makin tegar. Inget, banyak orang yang menjadi hero setelah aneka musibah yang menimpanya.
* Stop crying! Jangan keterusan nangis. Yang udah berlalu dan berpulang padaNya kagak bakal bisa balik lagi. Syukuri apa yang Allah masih berikan pada kita. Bahwa kamu masih survive en juga orang-orang terdekatmu, atau mungkin sebagian harta keluargamu. Nangis terus menambah berat masalah.
* Think positive! Tetep mikir positif. Alhamdulillah, kamu masih sehat dan selamat, masih banyak orang yang tertimpa musibah lebih parah en mereka masih baik-baik saja. Yakini bahwa ini adalah ujian dari Allah – bukan hinaan apalagi kezhaliman – yang kalo kita bisa melewatinya dengan baik bakal menuai pahala yang besar. [januar]
[pernah dimuat di rubrik "bidik", Majalah SOBAT Muda, edisi September 2006]
by Mas Javas · 0
Hidup di kota besar semacam Jakarta membutuhkan kekuatan iman dan kekuatanmental. Macet di perjalanan dalam waktu-waktu tertentu adalah suatu permasalahan yang kadangkala sering kita hadapi. Tak heran bila untuk sebuah perjalanan,kalau kita tidak memakai strategi yang bagus, tidak memakai perencanaan yang matang, maka kemacetan akan benar-benar mencuri waktu begitu lama. Terkadang bisa berjam-jam di jalan. Kalau saja tidak berusaha untuk bening hati, sepertinya sepanjang jalan yang terjadi hanya dongkol dan marah-marah. "Aduh , kapan sampainya! Aduh, kok ini lama banget! Aduh, kok macet terus!" Mungkin
ungkapannya seperti itu. Aduh dan aduh.
Padahal kata-kata aduh, kalau hanya tanda keluh kesah, sebetulnya tidak
menyelesaikan masalah. Justru kata-kata yang terlontar itu menunjukkan
ketidaksabaran kita. Apalagi tiba-tiba di pinggir jalan ada kendaraan lain
berhenti seenaknya. Kita boleh kecewa dan melihat ini sebagai sesuatu yang harus diperbaiki. Tetapi, tidak berarti kita harus sengsara dengan marah-marah atau berkeluh kesah. Mata terbeliak dan mulut kadang berucap "Minggir, dong!" Mungkin inginnya menghardik seperti itu. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika kita menyapa dengan kata yang lemah lembut, "Maaf, Pak! Boleh agak ke pinggir sedikit!" Ungkapan seperti ini nampaknya akan lebih ringan ke dalam hati, dari pada melotot dengan menggunakan otot.
Boleh jadi kalau sudah banyak kedongkolan, selain akan banyak berkeluh kesah, juga akan menjadikan diri lebih emosional. Ini yang paling merugikan. Bagi kita maupun orang lain. Kita harus mengukur kehilangan waktu dalam beberapa menit atau beberapa jam, padahal waktu tersebut sebenarnya dapat menjadi tambahan ilmu dan kemampuan diri kita. Ada baiknya, selama perjalanan lengkapi diri dengan sumber-sumber ilmu, baik berupa kaset ceramah, nasyid, atau kaset murotal Qur'an. Sumber-sumber ini akan menambah percepatan keilmuan kita, disamping akan membuat kita tidak tergoda untuk ber-aduh ria. "Aduh, terlambat nih! Aduh, sialan kamu! Aduh, ada yang ketinggalan nih!" Kata-kata seperti ini sebetulnya
tidak perlu dikeluarkan! Karena tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik kita isi dengan do'a : "Ya Allah, semoga saya datang tepat waktu, semoga ada jalan keluar dari kemacetan ini". Kata-kata ini akan lebih produktif dibandingkan dengan kata "aduh".
Marilah kita meminimalisirkan keluh-kesah seperti ini. Apalagi bagi kita pun ada kenikmatan tersendiri bila kita bicara lebih santun. Kesantunan akan membuat batin kita lebih ringan dari pada berperilaku emosional. Lebih dari itu, kelembutan akan mampu menaklukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan kekerasan. Itu sudah bagian dari rumusnya. Karena, kalau orang-orang keras dilawan dengan kekerasan, maka itu akan merasa bagian dari dunianya. Tapi, kalau orang-orang yang bertemperamen keras itu diberi kelembutan yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam, Isya Allah mereka akan terbawa lembut juga. Contohnya,
orang sekeras Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid bisa jatuh tersengkur
menagis oleh lembutnya alunan Al-Qur'an.
Berkeluh kesah seringkali membuat kita terdramatisasi oleh masalah. Seakan-akan rencana dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi. Padahal, belum tentu. Siapa tahu, di balik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita. Tiap melakukan kekeliruan, kita ditolong Allah dengan memberikan tuntunan-Nya. Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita mohonkan. Bisa jadi terkabulnya do'a itu bertolak belakang dengan yang kita minta. Karena Allah Mahatahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan jangka pendek, maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun kerugian ukhrawi. Baik kerugian secara materi maupun secara kerugian mental.Kita tidak bisa mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya mendeteksinya
sesuai dengan keperluan hawa nafsu kita.
Kelihatannya sepele mengaduh ini. Tetapi, itu akan menjadi kualifikasi
pengendalian diri kita. Ketahuilah bahwa kualitas seseorang itu tidak diukur
dengan sesuatu yang besar-besar, tetapi oleh yang kecil-kecil. Kalau kita ingin melihat kompleks perumahan yang berkualitas, maka kita lihat saja panjang pendek rumput di halamannya. Kalau berkualitas dan terawat dengan baik, maka rumputnya pun akan nampak terawat dengan baik. Marilah kita respon setiap kejadian demi kejadian dengan respon lisan yang positif. Mengapa? Karena setiap respon akan
mempengaruhi persepsi kita terhadap masalah yang kita hadapi dan cara kita menyelesaikannya. Lebih dari itu akan berdampak pula kepada orang-orang di sekitar kita. Jadi, sapaan-sapaan, teguran-teguran, komentar-komentar, celetukan-celetukan ini harus benar-benar bernilai produktif. Tidak hanya berarti bagi diri kita, tetapi juga bagi orang di sekitar kita.
Apalagi keluh kesah termasuk penyakit hati, yaitu bentuk ketidaksabaran kita dalam menerima ketentuan dari Allah. Ada hadits qudsi yang menyatakan bahwa "Barang siapa yang tidak ridha terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas musibah dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits qudsi ini, nampaklah bahwa segala apapun yang Allah karuniakan kepada kita, maka kita harus menerimanya dengan ridha. Oleh karenanya, kita tidak perlu banyak mengaduh atau berkeluh kesah. Sedapat mungkin kurangi aduh-mengaduh ini. Jauh akan lebih produktif jikalau kita optimalkan waktu dengan banyak berdo'a dan menambah kualitas keilmuan diri serta terus menyempurnakan ikhtiar di jalan Allah yang diridhai.
--------------------------
--------------------------
(Diambil dari MQ Help)
by Mas Javas · 0
Temenana lehmu ngaji,
Mumpung durung katekanan,
Malaikat juru patiLuwih susah luwih lara,
Rasane wong nang naraka,
Klabang kures kalajengking,
Klabang geni ula geniRante geni gada geni,
Cawisane wong kang dosa,
Angas mring kang Maha Kwasa,
Goroh nyolong main zinaLuwih beja luwih mulya,
Rasane manggon suwarga,
Mangan turu diladeni,
Kasur babut edi peni.
Cawisane wong kang bekti,
Mring Allah kang Maha Suci,
Sadat salat pasa ngaji,
Kumpul-kumpul ra ngrasani.
Omong jujur blaka suta,
Niliki tangga kang lara,
Nulungi kanca sangsara,
Pada-pada tepa slira.
Yen janji mesthi netepi,
Yen utang kudu nyahuri,
Layat mring kang kasripahan,
Nglipur mring kang kasisahan.
Awak-awak wangsulana,
Pitakonku marang sira,
Saka ngendi sira iku,
Menyang endi tujuanmu.
Mula coba wangsulana,
Jawaben kalawan cetha,
Aneng endi urip ira,
Saiki sadina-dina,
Kula gesang tanpa nyana,
Kula mboten gadhah seja,
Mung karsane kang Kuwasa,
Gesang kula mung sa’derma.
Gesang kula sapunika,
Inggih wonten ngalam donya,
Donya ngalam karameyan,
Isine apus-apusan.
Yen sampun dumugi mangsa,
Nuli sowan kang Kuwasa,
Siyang dalu sinten nyana,
Jer manungsa mung sa’derma.
Sowanmu mring Pangeranmu,
Sapa kang dadi kancamu,
Sarta apa gegawanmu,
Kang nylametke mring awakmu.
Kula sowan mring Pangeran,
Kula ijen tanpa rewang,
Tanpa sanak tanpa kadang,
Banda kula katilaran.
Yen manungsa sampun pejah,
Uwal saking griya sawah,
Najan nangis anak semah,
Nanging kempal mboten wetah.
Sanajan babanda-banda,
Morine mung telung amba,
Anak bojo mara tuwa,
Yen wis ngurug banjur lunga.
Yen urip tan kabeneran,
Banda kang sapirang-pirang,
Ditinggal dinggo rebutan,
Anake padha kleleran.
Yen sowan kang Maha Agung,
Aja susah aja bingung,
Janjine ridhone Allah,
Udinen nganggo amalan.
Ngamal soleh ra mung siji,
Dasare waton ngabekti,
Ndherek marang kanjeng nabi,
Muhammad Rasul Illahi,
Mbangun turut mring wong tuwa,
Sarta becik karo tangga,
Welasa sapadha-padha,
Nulunga marang sing papa.
Yen ngandika ngati-ati,
Aja waton angger muni,
Rakib ngatit sing nulisi,
Gusti Allah sing ngadili.
Karo putra sing permati,
Kuwi gadhuhan sing edi,
Aja wegah nggula wentah,
Suk dadi ngamal jariyah.
Banda donya golekana,
Metu dalan sing prayoga,
Yen antuk enggal tanjakna,
Mring kang bener aja lena.
Aja medhit aja blaba,
Tengah-tengah kang mejana,
Kanggo urip cukupana,
Sing akherat ya perlokna.
Aja dumeh sugih banda,
Yen Pangeran paring lara,
Banda akeh tanpa guna,
Doktere mung ngreka daya.
Mula mumpung sira sugih,
Tanjakna ja wigah wigih,
Darma ja ndadak ditagih,
Tetulung ja pilah-pilih.
Mumpung sira isih waras,
Ngibadaha kanthi ikhlas,
Yen lerara lagi teka,
Sanakmu mung bisa ndonga.
Mumpung sira isih gagah,
Mempeng sengkut aja wegah,
Muga sira yen wus pikun,
Ora nlangsa ora getun,
Mula kanca da elinga,
Mung sapisan aneng donya,
Uripmu sing ngati-ati,
Yen wis mati ora bali,
Gusti Allah wus nyawisi,
Islam agama sejati,
Tatanen kang anyukupi,
Lahir batin amumpuni.
Kitab Qur’an kang sampurna,
Tindak nabi kang pratela,
Sinaunen kang permana,
Sing sregep lan aja ndleya.
Dhuh Allah kang Maha Agung,
Mugi paduka maringi,
Pitedah lawan pitulung,
Margi leres kang mungkasi.
Nggih punika marginipun,
Tetiyang jaman rumuhun,
Ingkang sampun pinaringan,
Pinten-pinten kanikmatan,
Sanes marginipun tiyang,
Ingkang sami dinukanan,
Lan sanes margining tiyang,
Kang kasasar kabingungan.
Gesang kita datan lama,
Amung sakedheping netra,
Maena sami andika,
Rukun Islam kang lelima.
by Mas Javas · 0
Kemudian terpikir dalam benak ini, apakah saya lebih capek hari itu dibandingkan dia? Rasanya tidak juga. Sepertinya dia juga mengalami kelelahan, mungkin kelelahan mental. Tampaknya duduk bengong seharian akan sama capeknya dengan bekerja seharian.
Pekerjaan saya sekarang ini memberikan keleluasaan dalam mengatur waktu kerja. Tidak leluasa amat, tapi boleh datang agak lambat atau pulang agak cepat. Terkadang saya sengaja tidak pergi ke kantor dan memilih bekerja di rumah, apakah itu menulis, mengoreksi ujian, membaca, dan kadang pula istirahat karena sebelumnya pergi ke luar kota. Yang saya rasakan, tidur melulu sepanjang hari, lalu berusaha tidak melakukan apapun, hanya nonton TV misalnya, betul-betul keiatan yang membosankan dan melelahkan pikiran. Rasanya diri ini tak berharga, tak menghasilkan apa-apa, dan hanya membuang waktu seharian (sementara umur kita makin pendek). Useless. Perasaan tak berharga itu sungguh melelahkan.
Jadi saya tahu bahwa nganggur itu tidak enak, membosankan, melelahkan. Sama capeknya dengan orang bekerja. Karena itu bila Anda sekarang memiliki pekerjaan, bercapek-capek pergi dari rumah ke kantor, berimpitan di KRL (Kereta Rel Listrik) maupun bis umum, terpaksa lari menghindari hujan maupun berkeringat di terik matahari, dan masih ditambah menghadapi bos yang kurang menyenangkan, maka BERGEMBIRALAH bahwa Anda punya pekerjaan dan tidak nganggur. Nganggur itu tidak enak.
Saya terkadang bilang ke mahasiswa saya, “Tahu tidak bahwa kuliah itu berat, namun tidak kuliah itu lebih berat!” Ya, nganggur, apalagi dengan ketidakpastian dan kecilnya peluang masa depan, merupakan kegiatan yang berat, lebih berat daripada mengerjakan tugas kuliah dan ujian.
Nganggur dan bekerja itu sama capeknya.
Bekerja dan ibadah
Bekerja dan ibdah pun sama capeknya. Siapa bilang ibadah itu lebih capek?
Rekan saya dari New York suatu ketika pergi ke Indonesia untuk membentuk tim programmer buat bisnisnya di Amerika. Dia percaya tenaga Indonesia itu handal dan berkualitas, sementara biaya memang relatif jauh lebih hemat dibandingkan di Amerika. Pekerjaan bisa dikirim lewat internet, karena kebetulan data yang dibutuhkan berbentuk digital. Ketika proses mewawancara para pelamar, dia memberikan pengantar yang menekankan perbedaan bekerja saja dengan bekerja sebagai ibadah. Dia adalah muallaf yang taat. Kira-kiranya begini terjemah bebasnya (dia ngomong dalam bahasa Inggris, dan kami manggut-manggut pura-pura ngerti), “Sekedar bekerja, dengan bekerja sebagai ibadah itu sama capeknya. Seorang programmer sibuk bekerja keras hingga malam, sampai hampir pecah kepalanya. Dan programnya mungkin juga tidak jalan. Programmer lain juga bekerja keras hingga malam, sampai hampir pecah kepalanya, namun dia berniat kerja sebagai ibadah. Hasilnya program mungkin juga tidak jalan, tapi dia mendapatkan pahala dari kerja kerasnya tersebut. Sama-sama kerja keras, sama-sama capek, tapi hasilnya berbeda.” Begitulah kira-kira yang dia sampaikan waktu itu, saya agak lupa persisnya, tapi kira-kira begitulah isinya.
Kerja dan ibadah itu sama capeknya. Tapi hasilnya beda, yang satu hanya duniawi (itupun sering luput), yang satunya plus ukhrowi mendapat hasil akhirat juga. Nah, bila Anda bekerja dengan tujuan plus ibadah, maka BERBAHAGIALAH. Anda sama capeknya dengan teman Anda sekedar bekerja, namun Anda mendapat pahala yang tidak akan didapatkan bila hanya sekedar bekerja.
Di manakah perbedaannya?
Lalu apa yang membedakan nganggur, kerja, dan ibadah, kalau akibatnya sama-sama capek?
Bedanya nganggur dengan kerja itu hanyalah MENAMBAHKAN TUJUAN PRODUKTIF dari apa yang kita lakukan. Bengong di pinggir jalan bila kemudian diberi tujuan untuk mengamati perilaku konsumen bisa bernilai kerja. Sama-sama duduk di pinggir jalan, namun karena ditambahkan tujuan produktif maka kegiatan itu menjadi bernilai.
Lalu apa bedanya bekerja dengan ibadah? Beribadah itu bukan hanya masalah shalat. Semua yang kita lakukan di dunia asalkan selaras dengan perintah Tuhan, maka kegiatan itu bisa bernilai ibadah. Yang perlu kita lakukan hanyalah MENAMBAHKAN NIAT IKHLAS dalam kerja kita itu. Apa itu ikhlas? Ikhlas itu artinya mengharapkan balasan sesuai kehendak Tuhan. Jadi kalau kita sudah usaha keras, bersungguh-sungguh, dengan niat baik, dan ridha/rela dengan apa pun hasilnya, itu sudah ikhlas. Kalau kita masih mengharapkan hasil sesuai mau kita sendiri, dan marah-marah kalau hasilnya tidak sesuai, berarti itu belum ikhlas. Tugas manusia itu menyempurnakan usaha, hasilnya sesuai dengan aturan Tuhan, kadang seperti yang kita perkirakan, sering pula beda jauh dari yang kita harapkan. Kalau kita rela dengan hasilnya maka kita ikhlas. Jadi, berusaha kerja sungguh-sungguh menyempurnakan usaha adalah bentuk ikhlas, karena motif kita bukan cuma uang gaji atau dari marah si Bos, tapi karena memberi kontribusi positif itu adalah sesuatu yang selaras dengan perintah Tuhan. Kita ikhlas dalam menempuh usaha untuk menjalani kehidupan. Kalau kita dihadapkan pada dilema mengambil barang haram atau meninggalkannya (dengan resiko kita kelaparan), lalu kita memilih meninggalkannya karena perintah Tuhan, ini juga bentuk ikhlas (karena yakin rizki itu dariNya). Kita ikhlas dengan kesempatan dan jalan rizki yang diberikan. Kalau hasil usaha kita tidak sesuai, maka kita rela dan niat akan berusaha lebih baik dan lebih cerdas untuk selanjutnya. Kita ikhlas dengan hasil kerja keras kita.
Jadi bedanya nganggur dengan kerja sangatlah tipis, yaitu sebuah tujuan produktif. Banyak orang tampak nganggur, namun dia sebenarnya sedang merancang sesuatu dalam pikirannya. Ini bekerja namanya. Sebaliknya banyak orang tampak sangat sibuk, namun sebenarnya hanya pelarian dan kamuflase saja. Ini pura-pura kerja namanya. Alva Edison, pendiri General Electric, bilang,
Being busy does not always mean real work. The object of all work is production or accomplishment and to either of these ends there must be forethought, system, planning, intelligence, and honest purpose, as well as perspiration. Seeming to do is not doing. (Edison)
Seeming to do is not doing. Tampak giat bukanlah kerja. Hanya ketika ada tujuan produktif dari kegiatan tersebut barulah disebut bekerja. Makanya kita sering jengkel dengan orang yang rajin masuk kantor hanya untuk duduk-duduk dan ngerumpi hingga sore. Sibuk tapi tidak bekerja.
Setipis itu pula bedanya bekerja dengan beribadah. Ketika kita menambahkan niat yang benar dalam kita bekerja, maka nilai pekerjaan itu menjadi berlipat ganda, dunia dan akhirat. Kalau begitu kita harus niat terus sepanjang waktu dong? Tidak juga, selama hari itu dimulai dengan Bismillah, dan kemudian yang kita lakukan sepanjang hari itu selaras dengan perintah Allah (tidak maksiat, tidak berbuat jahat, tidak menyakiti orang lain, tidak mengambil yang haram, dsb), maka keseluruhan kegiatan hari itu (termasuk mandi pagi, lari-lari mengejar bis, dll) menjadi ibadah bagi orang tersebut. Niat itu dimulai saat awal, lalu dijaga saja sepanjang hari, maka kerja menjadi ibadah.
Nganggur, kerja, ibadah, sama capeknya beda hasilnya. Nganggur tidak mendapatkan apapun, kerja mendapat hasil dunia, ibadah mendapat dunia akhirat.
oleh Khairul ummam
by Mas Javas · 1
Kewajiban puasa Ramadhan.
Puasa ramadhan juga adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam dan wajib bagi setiap muslim untuk menunaikannya, sebagai-mana Allah Azzawajalla berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa", dan Rasulullah saw. Bersabda:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ وَلا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ وَإِنْ
صَامَهُ
Artinya: "Siapa yang tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa rukhshah syar’i dan tidak sakit, maka tidak dapat diqadha dengan puasa sepanjang masa, sekalipun ia mempuasakannya"
Bagi orang sakit Allah memberikan keringanan untuk mengqodhanya di hari yang lain dan bagi yang tidak mampu berpuasa dengan fidyah, sebagaimana fiman Allah Azzawajalla:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Artinya: "Siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang itinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan-nya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin".
Seseorang yang tidak mampu berpuasa, karena penyakit kronis yang dideritanya, seperti penyakit maag yang kronis, maka ia boleh tidak berpuasa tetapi wajib baginya membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.
by Mas Javas · 0
Satu hal yang menarik perhatian Mbok Inah. Di tiap ruangan, selalu ia jumpai tanaman bunga yang berdiri di atas pot. Ada pohon melati, mawar, ros, dan sri rejeki. Sebuah tanaman yang ‘menjual’ keindahan dedaunan.Tiap kali mendapati tanaman-tanaman itu, Mbok Inah secara reflek menyiapkan kemampuan penciumannya. Duh, betapa harumnya bunga-bunga itu.
Tapi, ia menemukan sebuah keanehan. Pasalnya, tak secuil pun aroma harum menyeruak dari bunga-bunga itu. “Aneh! Kok, ndak wangi?” batin Mbok Inah seperti memeriksa. Ketika Mbok Inah mendekati tanaman melati, hal yang sama terjadi. Padahal, aroma melati begitu tajam. Aneh!
“Ada yang mau Mbok tanyakan?” tanya ibu majikan ketika menangkap kebingungan Mbok Inah.
“Anu, Nya. Hmm, gimana saya bisa nyiram pot-pot bunga ini? Kalau disiram di sini, sayang sama lantainya yang bagus. Kalau dibawa keluar, saya ndak kuat. Pohonnya lumayan besar!” ungkap Mbok Inah menutupi kebingungannya.
“Mbok keliru!” ucap ibu majikan sambil senyum. “Keliru?” balas Mbok Inah spontan. “Iya. Pohon-pohon ini tidak asli. Ini dari plastik. Mbok Inah tak perlu menyiraminya,” jelas ibu majikan sambil mengajak pembantu barunya itu menyentuh salah satu tanaman bunga.
“Oalah! Pantas tidak wangi!” ucap Mbok Inah sambil tetap terkesima dengan keindahan dan kemiripan tanaman bunga-bunga itu.
**
Orang banyak bisa saja terpikat. Mereka begitu takjub dengan keindahan luar yang mempesona: penampilan, retorika, dan slogan. Tapi, tetap saja kalau kesegaran dan keharuman jiwa cuma bisa diraih dari sesuatu yang hidup.
Pegiat dakwah persis seperti tanaman bunga yang tidak hanya hadir memberikan keindahan dan ketentraman orang sekitar melalui pesona luarnya. Lebih dari itu, ia mestinya hadir memberikan kesegaran ruhani melalui sentuhan hidup hatinya. Dan, ruhani hanya akan bisa tersegarkan dengan kucuran air kehidupan: jernih, terus mengalir, dan tidak tebang pilih.
Hanya yang segar yang bisa memberikan kesegaran. Dan hanya yang hidup yang bisa memberikan kehidupan. Kesegaran ruhani, dan kehidupan hati. (muhammadnuh@eramuslim.com
by Mas Javas · 0
Di sebuah tepian ladang, seorang anak memperhatikan ayahnya yang terus saja bekerja. Sang ayah terlihat menggemburkan tanah dengan cangkul, membaurkan pupuk di sekitar tanaman, dan membabat tumbuhan liar di sekitar ladang. Sesekali, sang ayah harus mencabut ilalang. Anak itu terus memperhatikan dengan heran.
“Kenapa ayah melakukan itu? Bukankah ilalang itu masih terlalu kecil untuk dicabut?” teriak si anak sambil berjalan mendekati ayahnya. Ia membawakan air yang baru saja ia tuang ke sebuah gelas kayu. Sambil tangan kiri menghapus peluh, tangan kanan ayah anak itu meraih gelas dari tangan kecil anaknya.
“Anakku, inilah pekerjaan petani. Kelak kamu akan tahu,” jawab sang ayah singkat. Setelah minum, petani itu memanggul cangkul di dekatnya. “Hari sudah sore! Mari kita pulang, Nak!” ucap sang ayah sambil meraih pundak anak lelakinya itu.
Sepulang dari ladang, petani itu sakit. Hingga beberapa hari, ia dan anaknya tidak bisa ke ladang yang jaraknya sekitar satu jam berjalan kaki, naik dan turun. Petani itu tampak gelisah. Ia seperti ingin memaksakan diri berangkat ke ladang.
“Ayah kenapa? Bukankah waktu itu ladangnya sudah ayah bersihkan, dipupuk, dan dipagar,” suara anak itu sambil membantu ayahnya bangun dari tempat tidur. “Itu belum cukup, Nak. Kelak kamu akan tahu!” ucap si petani sambil tertatih-tatih keluar rumah. Ia mengajak anaknya pergi ke ladang.
Setibanya di ladang, anak itu terperangah. Ia seperti tidak percaya apa yang dilihat. Hampir seluruh ladang ditutupi ilalang. Cabai dan tomat yang tumbuh mulai membusuk. Daun-daunnya pun dihinggapi ulat.
“Anakku, inilah yang ayah maksud tugas petani. Kini kamu paham, kenapa ayah gelisah. Karena seorang petani tidak cukup hanya menanam, menebar pupuk, dan memagar tanamannya. Tapi, ia juga harus merawat. Tiap hari, tiap saat!” jelas sang ayah sambil menatap sang anak yang masih terkesima dengan ilalang di sekitar ladang ayahnya.
**
Mereka yang terpilih Allah swt. sebagai pegiat dakwah, sadar betul kalau tugasnya begitu penting, mulia, dan sekaligus berat. Berat karena tugas itu tidak cukup sekadar menanam kesadaran, menebar sarana dakwah, dan memagari ladang dakwah dari terjangan angin dan hewan perusak. Lebih dari itu, ia harus merawat.
Seperti halnya ladang tanaman, ladang dakwah bukan benda mati yang akan lurus-lurus saja kalau ditinggal pergi. Tanahnya hidup. Udara di sekitar pun dinamis. Yang akan tumbuh bukan saja tanaman yang diinginkan, tanaman liar seperti ilalang pun akan tumbuh subur merebut energi kesuburan ladang. Belum lagi telur-telur hama yang hinggap ke daun tanaman setelah berterbangan digiring angin.
Pegiat dakwah persis seperti seorang petani terhadap tanamannya. Ia sebenarnya sedang berlomba dengan ilalang dan hama. Kalau ia tidak sempat merawat, ilalang dan hama yang akan ambil alih. Kelak, jangan kecewa kalau buah-buah tanaman yang akan dipetik sudah lebih dulu membusuk. (mnuh)
by Mas Javas · 0
"Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!" suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?" tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu itu menghampiri. "Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, 'Aku ada di sekitar sini!" jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. "Teeet...teeet....teeet!"
Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. Sember lagi!
"Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'Aku ada di dekatmu! Hampirilah!" ungkap sang ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok ibu tahu?" kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai lembut rambut anaknya.
"Nak, bukan cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!" ucap si ibu penuh perhatian. **
Di antara kedewasaan melakoni hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda, simbol, dan sejenisnya. Mungkin, itulah bahasa tingkat tinggi yang dianugerahi Allah buat makhluk yang bernama manusia.
Begitu efesien, begitu efektif. Tak perlu berteriak, tak perlu menerabas batas-batas etika; orang bisa paham maksud si pembicara. Cukup dengan berdehem 'ehm' misalnya, orang pun paham kalau di ruang yang tampak kosong itu masih ada yang tinggal.
Di pentas dunia ini, alam kerap menampakkan seribu satu isyarat. Gelombang laut yang tiba-tiba naik ke daratan, tanah yang bergetar kuat, cuaca yang tak lagi mau teratur, angin yang tiba-tiba mampu menerbangkan rumah, dan virus mematikan yang entah darimana sekonyong-konyong hinggap di kehidupan manusia.
Itulah bahasa tingkat tinggi yang cuma bisa dimengerti oleh mereka yang dewasa. Itulah isyarat Tuhan: "Aku selalu di dekatmu, kemana pun kau menjauh!"
Simak dan pahamilah. Agar, kita tidak seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang bakso dan klakson pedagang sate ayam. (muhammadnuh@eramuslim.com
by Mas Javas · 0
Jenjang Pendidikan Puasa ke Dalam 1.000 bulan
تنظيم البرنامج (Merencanakan program ramadhan dengan tekat kuat berdasarkan panduan ilmu dan bimbingan sunnah. Tidaktaqlid atau tidak ikut arus, atau menuruti sifat malas, meliputi:
4.1. Program penyegaran motivasi (تَعْقِدُ العَزْمِ) yaitu bertekat menjadikan:
(1) shaum (صوم) yaitu sisi batin puasa
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا
فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".(QS Maryam 19 : 26)
(2) shiam (صيام) yaitu sisi lahir puasa
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS Al-Baqarah 2 : 183)
Syahru Ramadan adalah sebagai kesempatan emas untuk memperbaki diri ( تزكية و الرياضة ) melalui amaliyah Ramadhan:
a. Memupuk amal Penyubur Ruhiyah.
1. Merasa fakir (butuh) terhadap Allah dengan membawa segala kemaun, kesempatan dan kemampuan yang ada يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.(QS Faatir 35:15). Melalui:
a. Kerinduan untuk bertemu Allah ( لقاء الله ) مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS Al-Ankabut 29 : 5)
b. Membawa keresahan batin untuk bertemu dengan Allah di masjid, majlis dzikir, majlis ilmu bersama para shiddiqien (orang-orang yang jujur) dan shalihin قَالَ هُمْ أُولَاءِ عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)".(QS Thahaa : 20 : 84) وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.(QS Al-Jin 72 : 18) seperti tergambar dalam do’a yang diajarkan oleh Nabi saw. kepada Ammar dan keluarganya r.a. :
اللَّهُمَّ َأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
Hamba mohon kepada-Mu Ya Allah, keridhaan menerima qadha-Mu, Berikan hamba kehidupan sejahtera setelah mati, keledzatan memandang wajah-Mu, dan kerinduan berjumpa dengan-Mu, tanpa kesulitan dari yang menyulitkan, fitnah orang yang suka menyesatkan. Ya Allah hiasilah hiasilah hati kami dengan hiasan iman. Jadikanlah kami dalam bimbingan hidayah-Mu (An-Nasai, Kitab As-Sahwu no. 1288-1289, Ahmad, Musnad Al-Kufiyiin, 17605,20376,2067) dishahihkan oleh Al-Bani dalam Shahihul Jami’ no 1301)
2. Menghilangkan perasaan terbebani oleh kewajiban puasa, lantaran titak boleh makan, minum dan berhubungan suami istri di siang hari Ramadhan. Perintah shiam datang dalam bentuk kalimat pasif, tanpa menyebutkan siapa yang mewajibkan (2 : 183), karena dbalik shaum iatu ada hikmah Ilahiyah dan insaniyah.
Hikmah insaniyah di antaranya: mendidik jiwa supaya sabar, mengendalikan emosi, berlaku jujur, besikap amanah dan bertanggungjawab, membentuk jiwa istiqamah, mengajarkan gaya hidup sehat, hemat dan tidak boros, menumbuhkan peduli dan cinta kasih kepada sesama. Merubah pola hidup dari kebiasaan buruk kepada membiasakan berbuat kebaikan.
3. Memburu sekian banyak amal shalih, sesuai kemampuan yang ada di dalam dan di luar Ramadhan خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba(QS Al-Muthaffifiin 83 : 26) Berkata Imam Ibnu Katsir
"وفي ذلك فليتنافس المتنافسون" أي وفي مثل هذه الحال فليتفاخر المتفاخرون وليتباهى ويكاثر ويستبق إلى مثله المستبقون كقوله تعالى "لمثل هذا فليعمل العاملون"..
Maksudnya: dalam suasana demikian (berlimpah pahala) maka hendaknya kalian saling kompetitif, saling membanggakan, saling memperbanyak dan saling mendahului seperti layaknya perlombaan. Sebagaimana firman Allah “لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُونَ Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.(As-Shaffat 37 : 61)
b. Menggali amal qauli dan amal fi’li yang berpotensi menumbuhkan semangat dan gemar ber’amal, meliputi proses.
by Mas Javas · 0
ZAKAT MAAL
I. Pengertian zakat:
1. Menurut bahasa: Kata zakat adalah masdar dari kata zaka bernakna: berkah, tumbuh, bersih dan baik , ditambahkan suci dan terpuji . Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang. Seseorang itu zaka berarti orang itu baik.
2.) Menurut istilah:
a) Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak, dikeluarkan dalam jumlah tertentu, sesudah tersimpan dalam masa tertentu.
b. Ibnu Taimiyah :“Jiwa dan kekayaan orang yang berzakat itu menjadi bersih, dan akan bertambah maknanya”.
c. Azhari :“zakat menciptakan pertmbuhan material dan spritual bagi para miskin dan mengembangkan jiwa dan kekayaan orang-orang yang kaya”.
d. Kata shadaqah di dalam At-Taubah ayat 103 da, ayat 60, barma’na zakat. Mawardi mengatakan “shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu adalah shadaqah” berbeda nama tetapi artinya sama.
e. Nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah yang keluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dimanakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh barokah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebajikan.
II. Anjuran berzakat dan ancaman meninggalkannya.
1. Zakat adalah rukun ketiga dari rukun-rukun Islam, dan disebut beriringan dengan shalat pada 82 ayat di dalam al-Quran.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan do`akanlah mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ (البخارى 7)
Dibangun Islam itu di atas lima dasar: Bersaksi bahwa tiada Ilah yang patut disembah selain Allah, dan bahwasanya Muhammad Rasulullah, menegakna shalat, membayarkan zakat, berhaji ke Baiyullah dan puasa di bulan Ramadhan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ(34)يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ(35)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (At-Taubah : 34-35)
III. Syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat:
1. Milik Penuh (125)
2. Cukup senisab (149)
3. Berlalu setahun (161)
4. Lebih dari kebutuhan biasa (150)
5. Bebas dari hutang (155)
6. Berkembang (138)
Jenis-jenis harta yang wajib zakat dan nisabnya:
1. Zakat mas dan perak
2. Zakat tanaman
3. Zakat tenak
BY : diambil dari ceramah Ust.Syariful Alamsyah.Lc.
by Mas Javas · 2
Di suatu pasar "Sifat" seorang pemuda sedang mencari jati dirinya, ia tertarik melihat teman-teman yang telah berhasil “membeli” sifat di pasar tersebut.
Pandangannya pertama kali tertuju pada area “Ucapan”, ketika ia memasuki area tersebut, ia segera dihampiri oleh “PEMBOHONG”.
“Jadi Pembohong saja, sobat!” ajak penjaja kebohongan tersebut.
“Bagaimana caranya?”
“Simple” katanya, “Cukup mengatakan hal yang tidak sesuai dengan fakta, kamu akan menjadi Pembohong”
Maka pulanglah pemuda tersebut kembali ke komunitasnya, sehari kemudian ia kembali dengan muka yang memar, dengan nada kesal ia kembali mengatakan “Kenapa kamu bilang menjadi pembohong itu gampang, buktinya saya babak belur dipukuli teman yang marah karena kebohonganku”
“Benar, menjadi pembohong itu memang gampang, buktinya kamu telah berhasil menjadi seorang pembohong, hanya saja kebohonganmu diketahui, dan ini mesti dipelajari agar tidak terbongkar kelak” lanjutnya.
“Jadi bagaimana caranya?”
“Pertama, ketika kita berbohong adalah kita harus kreatif (negatif) mencari fakta baru yang diperkirakan mampu diterima oleh akal sehat sang pendengar, hal ini tidak gampang karena ketika gagal memunculkan fakta tersebut, gelagat ketidakjujuran kita segera tercium oleh sang pendengar dan sang pendengar segera mendirikan pilar-pilar yang menbentengi diri mereka dari kita” katanya.
“Wah, kalau ada pertama, berarti ada langkah berikutnya lagi ya?”
“Benar, langkah kedua, kita harus berusaha mempertahankan fakta palsu itu untuk waktu yang TIDAK TERBATAS, kita harus selalu mengingat kepalsuan yang telah kita ciptakan, hal ini tak gampang karena biasanya hati kecil kita akan segera menolak ketidakjujuran itu berada di sampingnya, kebenaran akan lebih melekat dalam memory kita, terutama ketika kita di hadapkan dengan fakta-fakta lain yang bertentangan dengan hal tersebut”
“WAKTU YANG TIDAK TERBATAS? Mengerikan sekali.” Ucap pemuda itu.
“Belum habis, masih ada yang ketiga, yaitu kita akan selalu was-was mencari-cari alasan-alasan pendukung yang akan muncul secara tiba-tiba jika kita dipertemukan dengan fakta lain yang bertentangan dengan kepalsuan kita dan ....”
“Masih belum habis?” tanya pemuda itu tak sabaran.
“Keempat, kita akan selalu dihantui perasaan bersalah, perasaaan takut akan reaksi orang yang mendengar ketika kebohongan kita terungkap suatu hari”
“Wah, sulit sekali dan tidak mengenakan”
“Makanya, beli saja KEJUJURAN” kata penjaja kejujuran yang kebetulan berada di dekat area tersebut.
“Kenapa aku harus percaya padamu?” tanya pemuda tersebut.
“Sebelum kamu menentukan keputusan, saya bawa Anda pada Pakar RESIKO terlebih dahulu”
Maka dibawalah sang Pemuda tersebut menemui Pakar Resiko, meninggalkan pejaja Kebohongan yang kehilangan pelangannya.
“Saya mau tahu apa resikonya ketika saya membeli KEBOHONGAN?” tanya Pemuda tersebut kepada pakar Resiko.
“Resiko pertama, masyarakat tidak akan mudah mempercayai kita ketika kita telah diberi lebel “PEMBOHONG”, bahkan ketika kita hendak berlaku jujur sekalipun. Karena begitu lebel tersebut diberikan, maka sekeliling kita segera mendirikan radar-radar yang memantau kelakukan kita, mengklarifikasi kembali setiap ucapan yang keluar dari mulut kita”
“Resiko Kedua, Ketika kita telah berhasil dengan mendapatkan lebel “PEMBOHONG” maka kita juga berhasil menjauhkan orang lain dari diri kita, kita juga berhasil menjauhkan KESEMPATAN yang ada untuk kita. Kita akan segera dijauhi dan be alone, kita menjadi bagian yang tidak disukai”
“Resiko ketiga, umumnya ketika KEBOHONGAN itu terbongkar, masalah yang ditimbulkannya sudah jauh lebih dalam, dan jauh lebih sulit dipecahkan”
“Resiko keempat, kita akan mengalami penderitaan bathin dan ketakutan akan selalu menghantui kita, sepanjang hidup kita”
“Lalu, kenapa begitu banyak yang mau membeli KEBOHONGAN, dan dagangan kebohongan selalu laku keras” tanya pemuda tersebut dengan nada penasaran.
“Ini karena kesenangan sesaat, mereka tertarik karena Kemasannya yang menarik, dan penjaja Kebohongan pintar mengelabuhi pembelinya, mereka tidak melihat Efek Samping yang ditimbulkan, yang sebenarnya telah tertera pada kemasan tersebut walau dengan huruf-huruf yang kecil”
“Baiklah, menimbang semua masukan yang ada, saya ambil keputusan untuk membeli KEJUJURAN”
Maka pulanglah pemuda tersebut kembali ke komunitasnya dan beberapa hari kemudian ia kembali lagi ke pasar “Sifat” tersebut dan kembali berkonsultasi dengan pejaja Kejujuran.
“Sebenarnya, dengan kejujuran saya menemukan banyak kebahagiaan, tapi pada keadaan tertentu saya mengalami peristiwa yang cukup menganjar hatiku” kata pemuda tersebut.
“Apa itu?”
“Begini ceritanya, ketika saya sedang istirhat di depan rumahku, lewat segerombolan pemburu yang bertanya di mana mereka dapat menemukan kawanan burung bangau di kawasan itu, saya lalu memberitahukan mereka. Tapi setelahnya saya merasa bersalah, karena mereka pulang dengan puluhan nyawa burung bangau di tangan mereka, saya merasa ikut menjadi pembunuhnya”
“Ini adalah bagian dari kehidupan, ini adalah hal yang wajar” kata penjaja Kejujuran.
“Sudahlah, bagusan jadi PENDIAM saja, khan kata orang “Silent is The Gold” ” kata seorang penjaja Diam yang kebetulan mendengar percakapan mereka itu.
“Benar juga” kata pemuda itu, dan ia kembali lagi kepada komunitasnya. Sejak itu ia menjadi Pendiam, beberapa hari kemudian ternyata ia kembali lagi ke pasar tersebut.
“Wah, Diam ternyata juga tak begitu bagus, hidup terlalu sepi, dan kemarin saya telah mencelakai seorang buta karena sifat diamku ini” katanya.
“Sebenarnya, apa yang terjadi?”
“Begini ceritanya, ketika saya duduk di depan rumahku, lewat seorang buta yang berjalan menyeberangi sebuah jembatan, kebetulan jembatan itu ada lubang besar, saya mencoba memperingatinya, tapi teringat telah membeli “DIAM” makanya saya tak bersuara sama sekali, sampai akhirnya si buta itu terjatuh ke dalam lubang itu dan terbawa arus sungai, untungnya ia masih bisa diselamatkan.” Katanya.
“Makanya milikilah KEBIJAKSANAAN” kata seorang kakek tua yang berjalan dengan santai di depan mereka.
“Kalau begitu saya beli KEBIJAKSANAAN itu” kata sang pemuda.
“Maaf, saya tidak menjual KEBIJAKSANAAN, tapi ia bisa kamu memiliki dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kedewasaan dalam hidupmu, KEBIJAKSANAAN tidak untuk diperjualbelikan” kata kakek tua itu lalu berlalu dari hadapan mereka.
Blink! Blink Blink! Pemuda itu pun terbangun dari tidurnya
Oleh Khairul Ummam
by Mas Javas · 0