Rabu, Agustus 31, 2011

Mensikapi TAKDIR

Sahabats,
Membicarakan tentang takdir akan menjadikan kita mengerti tentang rahasia besar dalam kehidupan ini. Namun demikian, untuk sempurnanya penyikapan kita terhadap takdir, yang terdiri dari qodho/ketetapan Allah dan pengkadarannya/qodar fenomena kehidupan ini juga memerlukan prasyarat yang hendaknya kita penuhi.

Ketetapan (qodho’) dan pengkadaran (qodar)-Nya dalam kehidupan kita akan menghasilkan peristiwa-peristiwa yang menyenangkan atau menyusahkan dalam kehidupan kita. Penyikapan kita terhadapnya, membedakan kualitas pengenalan kita kepada Allah Sang Penentu Qodho dan Qodar tersebut.
Kita (saya, lebih tepatnya), karena kurang mengenal Allah sang Penentu Qodho dan Qodar makhluk, pada umumnya akan terlalu asyik dengan akibat langsung dari fenomena kehidupan, sehingga sedih dan senangnya menerima takdir hidup kita menentukan kualitas respons kita terhadap Allah sang Penentu takdir tersebut, jika senang kita taat, namun jika sengsara kita tidak taat kepada-Nya, atau sebaliknya.

Namun, sungguh berbeda dengan kaum shalihin, syuhada dan shiddiqin yang telah sempurna mengenal Allah. Mereka tetap bersemangat taat kepada Allah SWT tanpa terpengaruh qodho dan qodar apa pun terhadap diri-Nya. Ketika senang takdirnya, beliau-beliau ini mensyukuri hal itu karena merasa dianugrahi cicipan kenikmatan surgawi, meskipun mereka masih di dunia. Sedang saat takdirnya adalah sesuatu yang menyengsarakan ragawinya, beliau-beliau ini tetap taat dan ridho kepada-Nya, karena mereka tahu bahwa semua ketetapan takdir Allah adalah demi meningkatkan kapasitas diri mereka. Jadi, saat takdirnya senang mereka bersyukur, demikian pula ketika takdirnya sengsara merekapun tetap bersyukur kepada Allah SWT.
Pengenalan yang sempurna mereka terhadap Allah, membuat mereka bisa membedakan akibat takdir dalam kehidupan kita, dengan Dia Yang menentukan takdir tersebut. Takdir hanyalah sarana-Nya untuk meningkatkan kapasitas iman dan ketakwaan kita para ciptaan-Nya. Orang yang mengenal Allah, tidak akan terkecoh dengan jenis takdir dirinya -apakah baik atau pun buruk-, tetapi pandangannya tetap berfokus pada Sikap Allah terhadap dirinya, yang dalam hal ini, senantiasa mendahulukan Rahmat-Nya dari pada Murka-Nya.

Memang untuk dapat mengimani takdir ini dengan sempurna, kita perlu senantiasa meningkatkan keimanan kita kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul-Nya serta Hari Akhir/Akhirat.
Dengan iman yang benar terhadap Allah kita akan mengenal bahwa keridhoan-Nya terhadap penyikapan kita terhadap takdir kita, adalah lebih penting dari pada isi takdir itu sendiri.
Dengan keimanan yang kuat terhadap para Malaikat Allah, kita bisa mengetahui bahwa dalam menjalankan skenario takdir para makhluk-Nya, Allah menggunakan peran para Malaikat-Nya sebagai penyempurna skenario-Nya.

Dengan keimanan yang sempurna terhadap Kitab-kitab Allah, kita mengetahui pedoman dan petunjuk tentang bagaimana seharusnya kita mensikapi takdir kita.
Dengan keimanan yang kokoh terhadap Rasul-rasul Allah, kita memperoleh suri teladan tentang hamba-hamba-Nya yang benar dalam menyikapi takdirnya.
Dan dengan keimanan paripurna terhadap Akhirat, kita mengetahui bahwa semua penyikapan kita terhadap takdir pasti akan memperoleh balasan yang setimpal sesuai dengan Keadilan-Nya sebagai Hakim yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.

Nah, sahabats..
Sekarang semuanya terpulang kepada kita sendiri, apakah di sisa umur kita di dunia ini akan kita gunakan untuk menyempurnakan penyikapan kita terhadap takdir kita dengan sebaik-baiknya, atau kita sia-siakan begitu saja dengan kita mengikuti hawanafsu dan keterikatan duniawi? Wallahu a’lam bishshawwab.
Laa haula wa laa quwwata illa billahiil Aliyyul Adhim.

1 Responses to “ Mensikapi TAKDIR ”

Unknown mengatakan...
28 Juli 2015 pukul 17.00

sangat menambah wawasan


Posting Komentar

Jangan Lupa Komentarnya, mohon jangan spam karena akan saya hapus! Dan tunggu komentar balik dari saya